Berani saya pakai huruf besar kaya gini kenceng-kenceng. Gara-garanya saya jengah sama timeline social media dari beberapa orang yang setuju test ini dengan alasan untuk kebaikan. *sebelumnya saya pilih untuk posting di blog bukan ikut nyautin di sosmed, dengan alasan eyel-eyelan sama orang batu di FB sama sekali bukan hal bijak. selain itu walaupun menggebu-gebu saya amat menghargai perbedaan pendapat*.
Back to topic,
Kebaikan bagaimana yang dimaksud?
Kenapa saya gak setuju?
Alasan pertama.
Yang namanya keperawanan adalah masalah privacy seorang wanita yang harus dihargai. Oleh karena itu di agama Islam mengharuskan adanya pernikahan seizin Allah SWT karena hal ini juga menyangkut kesakralan keperawanan wanita yang hanya khusus diberikan untuk suaminya saja. Suami yang akan bertanggungjawab ke istri di dunia dan akhirat, bukan sekedar minta keperawanan untuk senang-senang saja. Itu juga kenapa alasan keperawanan adalah sesuatu yang harus dipertahankan karena merupakan privacy yang amat berharga. Jadi gak perlu melakukan test seperti itu hanya untuk kepentingan sekolah atau pekerjaan. Kalau saya sih ogah, silahkan suami aja yang nge-test. Bukan peralatan medis.
Alasan kedua.
Mbok ya dipikiiiiir pak! Gak semua anak perempuan kehilangan keperawanan karena nakal atau seks bebas. Bisa jadi karena kecelakaan (misal jatuh dari sepeda atau kecelakaan lain), atau mendapat perlakuan asusila dari orang yang tidak bertanggung jawab. Ini alasan paling kuat bagi saya menolak ide di Prabumulih ini. Hey, dengan mendapat hal seperti ini saja sudah membuat beban mental dan psikologis bahkan trauma seumur hidup bagi si anak. Kok ya bisa-bisanya ditambah lagi dipersulit sekolahnya. Ini bukan menyangkut masalah, "Ah, kasus ini kan jarang terjadi." Iya, saya juga bersyukur kalau ini jarang kejadian, kalau bisa saya berharap di dunia tidak ada lagi hal keji ini. Tapi, misal walaupun 1/1000 anak perempuan yang mendapat tindak asusila ini, hak mereka untuk hidup tenang juga perlu dilindungi. Karena tidak ada kata 'hanya' untuk satu nyawa manusia!
Alasan ketiga.
Kalaupun iya benar memang anak perempuan melakukan karena nakal atau seks besas, maka sungguh tidak adil bagi pria yang turut terlibat dalam 'peristiwa' ini tidak mendapatkan hukuman apa-apa. Padahal seringkali terjadi seks bebas karena rayuan dari para pria tak bertanggung jawab yang memanfaatkan perempuan yang sedang labil. Kasihan sekali sementara yang perempuan tidak bisa sekolah, yang pria malah pura-pura tidak tahu. Selain itu, kalau alasannya untuk menanggulangi seks bebas, saya kira test keperawanan ini bukan sesuatu yang solutif. Gak lucu dong kalau ada percakapan anak pacaran kaya gini:
A : Gw gak mau ML ma lu sekarang ya say!
B : Kenapa? Ayuk...
A : Gw besok mau test masuk sekolah. Ada test keperawanannya. Kita ML kalo gw uda ketrima sekolah aja deh.
B : Iya deh gw tunggu. Love u!
Nah, apakah saya berlebihan membuat percakapan tersebut?
Menurut saya, justru tugas pendidikan lah yang diperlukan untuk mencegah (koreksi: melarang dan memberantas) seks bebas ini. Tidak hanya sekolah, tapi juga orang tua dan semua lingkungan. Sehingga para anak perempuan memahami apa yang harus dijaga di dalam dirinya. Karena agama yang dipegang teguh. Menjaga amanah yang diberikan Tuhan dan mendengarkan pesan dari ayah ibunya.
Semoga saya bisa mendidik anak saya dengan baik ya Allah. Lindungilan kami dari hal-hal buruk... Aamiiin.
Thursday, August 22, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
thanks for stopping by