Wednesday, April 19, 2017

(random note) Cerita Naik Angkot

Suatu pagi saya berencana pergi  menjemput mas Suami di stasiun. Kebetulan mas Suami memang habis pergi training di luar kota dan akan tiba di Surabaya pagi hari dengan kereta malam. Yang lucu sih sebenarnya kendaraan udah ada di sana tetapi kuncinya ada di rumah sehingga mau gak mau saya harus berangkat untuk mengantar kuncinya :D Akhirnya saya pilih opsi naik angkutan umum alias angkot saja untuk mengantar kunci. Walaupun sekarang sudah banyak pilihan transportasi, saya memutuskan naik angkot karena :

  1. Sedang tidak terlalu terburu-buru. Karena ini hari Sabtu pagi (pagi banget malah) dan tidak ada kewajiban kerja atau sekolah, maka acara menjemput mas Suami bukan acara yang perlu ketepatan waktu. Ngebahas ketepatan waktu adalah hal krusial saat kita memilih naik angkot, karena semua orang tahu kecepatan moda transportasi ini sulit diukur. Kadang sopir bisa ngebut sembarangan sehingga hanya memerlukan waktu singkat. Kadang ngetem di setiap pertigaan sehingga akan menghabiskan waktu cukup banyak. Namun karena angkot yang saya naiki ini -setahu saya- sekarang sudah jarang ngetem, maka resiko kedua tadi agak bisa diabaikan.
  2. Biar murah, hehehe... jelas lebih murah ya dibanding naik ojek online atau taksi #emakirit. Karena mungkin hanya sekitar Rp 5.000 kocek yang perlu saya rogoh ketimbang naik moda transportasi lain yang akan menghabiskan biaya 3 - 5 kalinya.
  3. Merasa lebih nyaman. Entahlah walaupun ojek online sebenarnya biayanya terjangkau dan efisien waktu, namun saya lebih nyaman duduk di jok angkot daripada berboncengan naik motor. Hehe, masalah kebiasaan saja mungkin ya, saya merasa aneh kalau dibonceng orang yang tidak saya kenal gitu.


nemu di surabaya.go.id

Dan akhirnya pukul 05.30 saya akan keluar rumah untuk mencegat angkot, eh ternyata Na dan Ka pada teriak pengen ikut =____= "yah, pada pengen ikut pula," batin saya. Hahaha, secara bawa dua bocah ini tentu bakal lebih ribet ketimbang sendirian saja. Tapi, ya sudahlah, karena saya harus spare waktu untuk perjalanan angkot, tentu saya tidak punya opsi merayu supaya mereka mau anteng saja di rumah (boros waktu dan energi ngoceh, hehehe). Di samping itu mendadak saya ingin mereka juga merasakan seperti apa sih naik angkot itu? Jadi ya sudah deh keduanya saya ajak sekalian saja.

Alhamdulillah bersyukur karena rumah yang saya tempati sekarang ada di gang jalan utama Keputih jadinya cukup jalan sedikit dari rumah sudah sampai di pinggir jalan Keputih jadi mudah sekali mendapat angkot dengan modal jalan beberapa puluh langkah saja. Hehe, jadi biarpun bawa bocah  ya gampil. Sampai di tepi jalan, tungu dan tunggu...eh bersyukur lagi karena dalam waktu 5-10 menit angkot sudah lewat saja, hahaha. Itu saja Na udah nanya mlulu, "Bunda ini mau naik apa sih? kok pakai nunggu...? kok lama...?" Mungkin dia bingung kok saya tidak pergi naik kendaraa sendiri, malahan kemudian mencegat mobil berwarna kuning strip hijau ini. Ada sopir pula yang enggak dia kenal, mungkin begitu pikirnya. Saya ajak kedua bocah duduk. Karena angkot masih kosong, saya ajak duduk di bangku depan saja mereka. Itupun keduanya minta pangku saya, hahaha... Sepertinya sih Ka juga sama, merasa asing, "ini mobil siapa ya? kok yang nyetir bukan Ayah?" hehehe... Saya jelasin saja sih, "ini kita lagi naik angkot, katanya kan tadi pengen ikut Bunda jemput Ayah," Dan walaupun seperti bingung, nampaknya mereka sih mulai menikmati perjalanan. Abisnya, anginnya juga enak sih angin hawa pagi, mobil di jalan raya juga belum terlalu banyak, seger deh...

Sembari perjalanan berjalan, kemudian saya malah bernostalgia dengan angkot ini. Ya, angkot kuning-hijau ini entah sudah berapa puluh kali saya naiki selama saya kuliah jaman S1 dulu, sampai saya bisa mengendarai kendaraan sendiri untuk pulang ke rumah Bojonegoro. Angkot WK, singkatan Wilangun-Keputih ini memiliki trayek yang panjang lho karena dia mencapai batas luar kota Surabaya, yaitu terminal Wilangun yang masuk ke area kabupaten Gresik. Perjalanan memakai lyn WK ini biasanya memakan waktu 1 - 1,5 jam. Bukan hanya disebabkan karena jauhnya perjalanan, tetapi juga hobi sopir lyn yang ngetem di setiap perempatan! Jadi dulu saya dan teman-teman sering sekali ketiduran sebelum sampai terminal Wilangun. Kelamaan nunggu ditambah semilir angin dari jendela, zzz...zzz...,


Note : ini dia jalur trayek WK (dikutip dari surabaya.go.id)
Tambak Oso Wilangun (Depan SPBU) - Petojo (Karang Menjangan) – Keputih
Berangkat : Tambak Oso Wilangun – Margomulyo – Masuk Tol Tandes Keluar Tol Dupak – Dupak (Depan Pasar Turi) - Tembaan – Pasar Besar – Peneleh – Makam Peneleh – Undaan Kulon – Kalianyar - Ngaglik– Kapas Krampung – Ploso Bogen – Jagiran - Jolotundo – Bronggalan – Tambang Boyo – Prof Moestopo – Dharma Husada – Dharma Husada Indah – Kertajaya Indah Tengah – Manyar Kertoadi – Galaxy – Manyar Kertoadi – Gebang Putih – Arief Rahman Hakim (Surabaya Convention Hall)  - Keputih Kembali : Keputih - Arief Rahman Hakim (Surabaya Convention Hall) - Gebang Putih – Manyar Kertoadi (Asrama Haji) -  Kertajaya Indah – Dharma Husada Indah – Dharma Husada – Karang Menjangan – Airlangga - Kedung Sroko – Kalasan – Jagiran – Ploso Bogen – Kapas Krampung – Tambaksari – Ambengan – Kusuma Bangsa – Kalianyar -  Jagalan – Pasar Besar – Tembaan – Dupak – Pasar Loak – Masuk Tol Dupak Keluar Tol Tandes – Margomulyo – Tambak Oso Wilangun




Dulu pula, pertama kali naik angkot saya juga bermodal nekad, Selesai kuliah Kamis siang, Jumat sudah enggak ada jadwal. Itu mudik pertama saya tanpa diantar orang tua, jadi saya jalan kaki dari kampus TPB di MIPA menuju jalan Arif Rahman Hakim naik lyn WK ini. Haha, jaman itu pasti saya masih unyu #abaikan.

Jaman dulu tarif lyn WK ini hanya Rp 5.000 saja sekali naik dari Keputih menuju Wilangun. Menjelang saya lulus, tarifnya sudah naik ke angka Rp 6.000. Buat mahasiswa, tentu murah sekali kalau naik lyn WK, dibanding naik taksi yang bisa menghabiskan biaya Rp 40.000 - Rp 50.000 saja. Mending mah uang segitu buat makan di warung pecel Mak Yem selama seminggu yak (hanya warga TMB dan sekitaran PENS yang paham).  Nah, kemarin saat saya naik lyn WK ini, tentu tarifnya sudah berubah. Rp 5.000 sih hanya berguna untuk mengantar saya dari daerah ITS ke Unair saja, entahlah untuk mencapai terminal Wilangun berapa sekarang tarifnya. Mungkin sekitar Rp 10.000 - 15.000 ya?

Di perjalanan, sembari memangku kedua bocah yang nampak menikmati semilir angin, saya jadi teringat dulu lyn WK ini gampang banget penuh di hari menjelang pekan, atau menjelang libur semester. Tanpa janjian, seringkali saya berjumpa dengan teman sekampung saat naik lyn WK. Jadi seneng kan ada teman ngobrol sepanjang perjalanan (Ah ya, dulu era media sosial di smartphone belum seheboh sekarang ya, walaupun dulu sudah ada BBM. Entah saya jarang-jarang saja buka BB pada waktu itu. Mengobrol langsung dengan kawan rasanya jauh lebih asyik daripada berbalas aplikasi chat di smartphone. Dan itu hal yang ingin sekali saya terapkan di  rumah, berusaha mengingatkan diri sendiri untuk menahan keinginan bermain gadget saat ada anak-anak di rumah).

Di tengah maraknya tansportasi berbasis online, tentunya berdampak juga pada penumpang angkot seperti lyn WK ini. Kemarin saat naik, penumpang lyn WK nampak sepi. Ya mungkin karena jam saya bepergian terlalu pagi untuk ukuran hari libur kuliah. Atau mungkin mahasiswa yang tidak punya kendaraan pribadi sekarang memilih dijemput Go-Jek supaya lebih cepat sampai tujuan? Ya, walaupun menurut saya, namanya rejeki ada jalannya masing-masing, namun tentu persaingan bisnis dan perkembangan jaman akan mengubah pola segala sesuatu di hidup ini. Karena saya tidak menaiki lyn WK ini sampai destinasi akhir yaitu terminal Wilangun, tentu saya tidak bisa mengukur apakah jumlah penumpang lyn saat ini sama dengan saat saya kuliah dulu, di mana saat menjelang akhir pekan angkot ini akan terisi penuh sampai dempet-dempetan, saat sopir angkot akan meneriakkan "kanan 7 - kiri 4" supaya tidak ada rongga kursi yang tersisa. Ataukah penumpang sudah tidak sepenuh itu lagi meskipun kini para sopir sudah berupaya mempermanis fasilitas angkotnya -yang entah berumur berapa belas tahun- dengan tissue dan pengharum mobil, demi membuat penumpang merasa nyaman menaiki salah satu moda tansportasi yang murah ini.



Hanya ada satu pikiran melintas di kepala saya, satu-satunya power terakhir untuk memperbaiki nasib tansportasi klasik seperti angkot ini ada di tangan pemerintah untuk membuat regulasi atau fasilitas sehingga apapun jenis moda transportasinya akan membuat masyarakat lebih nyaman dengan transportasi umum. Ya, walaupun di masa lalu saya terkenang bagaimana kadang sopir lyn WK ada yang galak, kasar, atau menyetir dengan ngawur, saya tetap berterima kasih kepada angkutan ini atas sebagian sopirnya yang ramah serta telah membantu saya untuk mencapai kampung halaman di saat libur serta membawa saya kembali ke kamar kost di perantauan. Saya teringat kalimat salah satu teman saya, "...bagaimanapun, ini adalah angkutan yang telah membawa ribuan engineer, dokter, dan berbagai calon orang hebat..." - karena jalurnya yang melalui dua kampus besar di Indonesia, ITS dan Unair.


 
catatan Miss Putri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template