Saat itu sudah tengah malam dan saya cukup lelah akibat bekerja cukup berat. Ya, menyelesaikan berbagai report. Sampai tiba-tiba BB saya berdering. Seorang rekan kantor, dari departemen lain, memberi kabar, "Put, si Tiwi kecopetan dan jatuh dari motornya. Sekarang lagi di RS Siloam dan kita gak bisa kasih jaminan buat administrasi soalnya semua kartu di dompet hilang." Sejenak kemudian saya berbincang denga petugas RS, meminta supaya karyawan yang kecopetam tadi tetap dapat dirawat di situ dengan jaminan telepon dulu. Baru keesokan pagi apabila diperlukan jaminan lain maka akan saya urus lewat email atau fax.
Ya, saya dulu bekerja di divisi Employee Relation di HRD. Kerjanya, mengurus apapun yang berhubungan dengan karyawan. Untuk spesifikasi saya, salah satunya mengurus asuransi kesehatan karyawan.
Setelah beres urusan telepon, saya tidak berpikir apa-apa, lantas memilih tidur. Sampai terjadi keesokan harinya...
Pagi-pagi senior di divisi saya datang dan bertanya ke saya, apakah saya tahu ada karyawan bernama Tiwi yang kecelakaan semalam. Saya jawab saya tahu dan sudah saya urus untuj jaminan RS-nya. Kemudian dia meminta saya mengecek kondisi Tiwi lewat RS, karena kabarnya luka akibat jatuh dari motor cukup parah, dia harus menjalani CT scan di RS lain, RS Mitra Keluarga.
Pikiran saya mulai gak enak. Wah saya gak menyangka kecelakaannya bisa segawat itu. Saya kira hanya luka lecet saja. Jadi merasa bodoh mengapa saya semalam tidak bertanya detail ke petugas RS yang bicara dengan saya. Kemudian senior saya ini bilang lagi, katanya lain kali kalau ada kejadian seperti ini saya datang ke RS-nya saja supaya bisa memantau lebih detail. Wah makin gak enak nih perasaan....
Beberapa jam kemudian saya mulai mengetahui kondisi Tiwi. Jadi Tiwi akhirnya memang harus pindah RS untuk perawatan intensif. Dan memang harus rawat inap beberapa hari sampai sembuh total. (Saya lupa tepatnya, hampir sebulan lebih kalay tidak salah).
Siapa Tiwi? dia sebenarnya bukan sekedar karyawan biasa. Karena dia seumuran sama saya. Dan dia berasal dari kampus yang sama dengan saya, tapi satu jurusan sama pacar saya. Jadi bisa dibilang mestinya sih asal usul kita hampir sama...anak perantau. Saya kenal walau tidak dekat. Saya lebih dekat dengan teman-temannya di divisinya. Kebetulan di divisi Tiwi banyak yang seumuran saya juga dan berasal dari Jawa Timur.
Tiba-tiba pak Boss memanggil saya. Dia tersenyum, lalu bertanya ke saya. Saya masih lumayan ingat kata-katanya. "Kenapa kau Put? Ada karyawan. Teman kamu ini, sama-sama dari Surabaya. Kecelakaan tengah malam. Kau tahu tapi tidak datang menemaninya. Ini bukan sekedar profesional kerja. Tugasmu bukan sekedar mengurus asuransi. Tapi juga berhubungan baik dengan karyawan. Atau lupakan tugas kerjamu. Minimal anggap kau yang mengalaminya. Dicopet jam 11 malam. Jatuh dari motor dan luka. Temanmu tahu tapi tak menemanimu di saat sulit. Seperti apa perasaanmu? Kalian sama-sama perempuan kan? seumuran pula...."
Mak jleb. Saya tertunduk diam. Antara malu, sedih dan merasa bersalah. Iya, entah kenapa empati saya hilang. Dan saya tak mampu berpikir jernih malam itu. Padahal mestinya saya bisa meminta pacar saya segera mengantar saya ke RS atau telepon taksi untuk ke RS. Merasa bodoh. Pantas saja teman saya sedikit. Mungkin karena empati saya terlalu payah.
Sekarang, saya berharap saya bisa memperbaiki empati saya. Saya belum tahu sudah berubah sebanyak apa.
Oh ya, Tiwi dan saya tahun ini sama-sama sudah tidak kerja di sana lagi. Hubungan kami sih tawar saja. Kalau ketemu kadang saling sapa kadang tidak sama sekali. Hanya saya masih selalu merasa bersalah kalau mengingat hari itu (padahal udah kelewat setaunan kayaknya). Ya, kalau ada kesempatan minta maaf semoga saya bisa meminta maaf tulus padanya.
Wednesday, October 02, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
thanks for stopping by