Thursday, September 12, 2013

(personal story) the Legend of mbok Dah

Note : (personal story) adalah post khusus postingan mengenai kisah-kisah orang saya kenal. Nama dan jati diri akan saya samarkan untuk privacy yang bersangkutan. Karena tujuan saya hanya mengambil hikmah dari orang tersebut saja.

***
Kisah pertama saya ambil dari seorang nenek (usianya sudah nenek walaupun gak punya cucu, saya sebut nenek karena umurnya sudah tua) bernama mbok Dah. Mbok Dah bekerja sebagai ART di sebuah keluarga mertua saya yang tinggal di suatu desa. Kerjanya yang utama adalah masak, cuci baju dan bersih-bersih rumah. Uniknya mbok Dah adalah jenis ART yang bisa ngomelin keluarga Ibu. Ya, maklum karena Ibu sekeluarga sudah menganggap mbok Dah seperti keluarga sendiri. Dan karena mbok Dah memang tipikal nenek yang cerewet abis (kalo uda nyerocos panjang dan gak bisa dihentiin lawan bicaranya pake omongan apapun), maka anak-anak Ibu itu sih uda biasa nanggepin mbok Dah dengan santai. Didiemin aja, begitu kata Ibu (keluarga tadi). Jadi mbok Dah juga biasa ngomelin anak-anak Ibu yang bandel misalnya susah makan atau main-main di luar rumah sampe bajunya kotor.

Oh ya, tugas mbok Dah bukan sekedar masak lho. Yang dimasak selain masakan untuk keluarga tsb juga masak untuk petani yang bekerja di sawah (keluarga Ibu adalah keluarga petani). Jadi jam 4 subuh mbok Dah uda bangun dan menanak nasi, memasak sayur (biasanya jenis sayur lodeh, kalo bahasa Jawa disebut kelan), sambel (menu wajib orang nyawah kalo kata mbok Dah) dan lauk-pauk (yang terpopuler sih tempe, tahu, ayam, pindang dan krupuk). Jadi yang dimasak mbok Dah sih untuk skala massal mlulu. Secara orang di keluarga (termasuk dirinya) ada 7 orang, trus petani sekitar 5 orang. Dan mbok Dah masaknya ala tradisional ya tidak seperti mommies jaman sekarang. Masak nasi bukan pakai magic com, tapi asli ditanak pakai dandang. Masak perbumbuan-halus juga gak pake blender, tapi diulek pake cobek dan ulegan. Jadi bayangkan dong power seorang mbok Dah dalam memasak. Uda pagi buta, caranya totally manual... Nah, setelah masak dan beberes cucian piring serta alat masak, kadang mbok Dah juga 'terjun' langsung ke lapangan untuk mengecek petani. Ya, para mas-mas ato pak-pak petani buruh sih kalah sama omelannya mbok Dah. Jadi posisi mbok Dah menjadi mandor untuk mengawasi kinerja petani, terutama di masa krusial bagi penanaman di sawah. Mengawasi bibit, pengairan, penjemuran, dll. Dan mbok Dah tidak sekedar ngoceh aja tapi juga tangannya ikut bergerak loh. Jadi bukannya cuma leyeh-leyeh.

Mbok Dah juga amat membantu hal-hal yang kadang tidak sempat diperhatikan Ibu. Misalnya soal memanfaatkan kebun. Kalau ada biji bekas buah, seperti nangka, mangga, maka mbok Dah menjadikannya bibit di kebun. Ditanam dan dipelihara sampai besar. Ya, kebun menjadi hidup juga karena campur tangan dan kreativitas mbok Dah. Termasuk juga menyimpan sampah plastik yang bisa diloak seperti botol air mineral, shampoo, kaleng, dus dan kertas koran. Benar-benar asisten rumah tangga top pokoknya!
Mbok Dah ikut keluarga Ibu sudah sejak Mas masih SD. Berarti mungkin sudah hampir 20 tahun ya? Awalnya mbon Dah adalah penjual kue dan jajanan tradisional. Mas dan Bapak adalah salah satu pelanggan setianya. Kata Mas, jaman Mas kecil hampir tiap pagi ikut nemenin Bapak beli kue bikinan mbok Dah. Lalu kemudian mbok Dah hidup sendiri akhirnya mbok Dah ikut bekerja di keluarga Mas.

Kenapa mbok Dah hidup sendiri? ya, karena suami dan anak-anaknya meninggal. Entah mengapa semua anak mbok Dah (jumlahnya kalau tidak salah lebih dari 3) meninggal di usia anak-anak. Tebakan saya mungkin kurang nutrisi atau ada sakit bawaan, karena memang di jaman seperti itu di desa pelosok edukasi dan kesehatan masih belum tersentuh banyak apalagi untuk orang seawam mbok Dah. Jadi kalau kata Mas, di balik judes dan cerewetnya mbok Dah, tersimpang banyak kepedihan yang dia simpan. Ya, bayangkan saja perasaan ditinggal suami dan anak-anak?

Mbok Dah tidak punya ahli waris. Dan kadang orang akan bertanya, digunakan untuk siapa gajinya selama bekerja di Ibu? Ya, walaupun semua kebutuhan dicukupi Ibu (termasuk urusan kesehatan), tentu Ibu tetap memberikan upah berupa uang tunai pada mbok Dah. Karena tradisi, mbok Dah menyimpan gaji-gajinya dalam bentuk perhiasan emas. Gaji dikumpulkan lalu dibelikan kalung, giwang dan gelang. Semestinya bakal banyak dong emas yang dimiliki mbok Dah? Tidak, karena ternyata perhiasan tsb sering dipinjam oleh keponakan-keponakan mbok Dah dan tidak dikembalikan lagi. Semua sepertinya berasalan, toh mbok Dah juga tidak punya anak, hartanya kan tidak mungkin ditumpuk saja.

Yah, begitulah sedikit cerita soal mbok Dah. Walaupun cerewet, bagi saya mbok Dah sosok yang perhatian. Semua anggota keluarga Ibu dia sayang, bahkan sampai semua besar mbok Dah sangat hafal kebiasaan makan masing-masing sehingga mbok Dah selalu menyediakan masakan favorit kami.
Mbok Dah selalu legendaris...

0 komentar:

Post a Comment

thanks for stopping by

 
catatan Miss Putri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template