Wednesday, September 11, 2013

(random note - HUT RI) di Balik Perayaan Agustusan

Masih ngebahas dikit soal Agustusan, dimana banyak berbagai perayaan seperti karnaval, gerak jalan, lomba-lomba, dll. Saya terngiang-ngiang kalimat seorang ibu tetangga di desa mertua saya. Saya bertanya apakah anaknya (kelas 1 SMP) ikut sebagai peserta gerak jalan yang sedang berlangsung kala itu. Si ibu bilang, "Gak kepilih jadi peserta mbak. Tapi malah kebeneran gak usah bayar macem-macem. Kalau kepilih malah harus beli kain seragam, jahit...belum lagi bayar riasan segala. Uang lagi nanti..."

Yap, ibu tadi memang hanya bekerja sebagai ART dan suaminya adalah petani. Sehingga membeli baju di luar jenis baju primer seperti untuk perayaan Agustusan adalah benda mewah dan termasuk pemborosan. Untuk kebutuhan Agustusan yang level desa saja mungkin seorang anak perempuan bisa menghabiskan dana Rp 100.000- 250.000. Tentu bagi ibu ini lebih menguntungkan untuk membeli kebutuhan sehari-hari saja.

Kemudian saya teringat lagi perasaan saya apabila saya menjadi anak tadi. Wah, mungkin ya...(namanya juga anak) pasti pernah terbersit juga keinginan untuk tampil cantik dan mengikuti kegiatan Agustusan. Tetapi mungkin saking sayangnya sama orang tua, perasaan tersebut bisa tergantikan dengan hebohnya menonton perayaan atau pawai bersama keluarga dan teman-teman.

Kemudian bicara soal sekolah. Ya, saya harap sih ini gak terjadi sih ya. Kalo jaman saya kala itu, beberapa 'peran penting' untuk gerak jalan atau karnaval, entah kenapa memang bisa 'pas' jatuh di anak yang orang tuanya berada dan wajahnya cantik atau tampan. Ya, relatif sih soal wajah ini, tapi yang pasti syarat utamanya adalah : anak yang terkenal tajir.

Mungkin ini cara mudah bagi sekolah, sehingga saat peserta karnaval atau gerak jalan harus menyewa kostum dan segala atribut maka orang tua tidak keberatan. Apalagi kalau 'peran penting', misalnya di karnaval jadi ratu atau raja yang dandanannya lumayan 'heboh', jelas biaya sewa kostum saja sudah beda. Belum lagi tampaknya juga pihak sekolah kerapkali mendapat keuntungan dengan metode ini. Misalnya orang tua yang tajir ini karena 'berterima kasih' dan bangga anaknya bisa jadi maskot sekolah, maka dengan senang hati akan menjadi donatur yang membiayai karnaval. Sungguh simbiosis mutualisme ya?

Trus perasaan kala itu? Hihi...karena saya tipe obsessif, tentu saya merasa iri dan dengki. Saya dari keluarga biasa saja dan wajah biasa saja sih. Menurut saya sebaiknya sih peserta acara Agustusan harusnya ganti-ganti dan merata jadi semua siswa merasakan berdandan dan menonton. Kalau perlu untuk jadi raja dan ratu bisa diundi saja. Kasihan dong yang biasa-biasa dianggurin mlulu (bukan-gue-doang-loh-maksudnya, *suer, gini-gini saya pernah dan sering ikut kok, haha).

Tetapi, ah, saya juga tidak tahu bagaimana sebenernya kebijakan sekolah. Karena sampai sekarang saya belum pernah terlibat di dalamnya, saya hanya bercerita opini saya kala anak-anak saja.
Sekian

0 komentar:

Post a Comment

thanks for stopping by

 
catatan Miss Putri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template