Friday, February 08, 2013

(our family story) Super Papa


...karena anak tidak hanya butuh sentuhan Bunda...tetapi juga sentuhan Ayah...



Kala kami berdua, saya dan suami mengetahui bahwa saya sedang hamil, wah kami sangat bersyukur dan senang sekaligus berdebar-debar juga. Karena kami menyadari bagaimanapun adanya anak di tengah-tengah kami sedikit banyak pasti akan menyebabkan perubahan di hidup kami berdua, mulai dari tanggung jawab yang menjadi bertambah, serta mungkin hidup kami yang selama ini hanya dijalani oleh dua orang akan menjadi berbeda.

Saat itu juga saya masih ingat suami yang amat berharap anak pertamanya adalah laki-laki, dengan alasan kalau laki-laki maka dia akan merasa lebih tenang apabila suatu saat dewasa maka akan ada yang menjaga saya dan adik-adiknya. Dan saya selalu mengingat bagaimana matanya berbinar saat di jalan atau mall kami berpapasan dengan bayi atau balita laki-laki. Suami amat berharap bisa punya baby boy yang dapat bermain bersamanya. Sedangkan bagi saya, jenis kelamin apapun tak masalah asalkan sehat. Apalagi di pikiran saya sebagai perempuan, kalau saya hanya berharap anak laki-laki maka sepertinya seolah saya tidak 'menginginkan' kehadiran anak perempuan, sementara saya sendiri perempuan, hehe...dan saya juga anak pertama dengan kondisi ayah yang mirip, saat saya di kandungan ayah saya juga ingin anak laki-laki sampai hari kelahiran saya mepet banget baru dapat nama anak perempuan (saya masih ingat bahkan calon nama laki-laki yang lebih banyak dan lebih disiapkan untuk kelahiran saya). Yeah, bagaimanapun, memang kebanyakan kelahiran anak pertama laki-laki nampaknya menjadi favorit di masyarakat.

Dengan tekhnologi sekarang yang memudahkan untuk mengetahui jenis kelamin jabang bayi, yaitu adanya USG maka di bulan keenam kami sudah bisa mengintip si bayi. Saat itu dokter berkata. "Wah ini cewek Pak, enggak ada 'Monas'-nya". Suami saya tersenyum-senyum saja sementara saya khawatir. Dalam hati saya, "Wah jangan-jangan nanti si mas sedih ya harapannya belum terkabul, pasti dia kecewa". Apalagi saat suami sempat bertanya ke dokter bagaimana cara merencanakan kehamilan anak laki-laki. Saya mencoba menghibur, siapa tahu nanti suatu saat kita berdua punya anak kembar laki-laki (kebetulan kami sama-sama membawa gen kembar, ibu saya kembar dan kakek suami saya kembar, hehe...padahal punya anak satu aja repot ya, apalagi punya dua anak sekaligus hehehe).

Hari-hari terus berlanjut, sementara suami saya menampakkan sikap senang dalam menyambut kehadiran si buah hati yang katanya perempuan ini. Saya sih masih was-was, dan berpikir, "Jangan-jangan si mas cuma pura-pura supaya saya gak sedih aja nih". Namun dia tetap saja menunjukkan sikap amat perhatian dengan mulai sibuk mencari nama bayi perempuan yang bagus, menunjuk-nunjuk iklan TV yang bintang iklannya anak perempuan lucu dan berharap kalau si buah hati juga selucu itu nantinya, mulai memperhatikan bayi atau balita perempuan di jalan, bahkan selalu mengajak ngobrol si baby selama di perut dan mengajarinya berdoa-menyanyi-dan membacakan dongeng untuk calon baby.

Akhirnya hari yang ditunggu tiba, lahirlah bayi perempuan kami di dunia, our's Nashita.


Bayi kami sempat terkena hyperbilirubin akibat golongan darahnya berbeda dengan saya (ngikutin ayahnya) sehingga dia malas untuk menyusu sementara saya memilih menunggu ASI saya deras. Akibatnya Nashita harus menjalani rawat inap ditemani sinar UV, oh sungguh saya sangat sedih sekali. Bahkan saking sedihnya awalnya saya tidak mau menjenguk Nashita di saat jam besuk, karena merasa tidak tega melihat dia sendirian di box UV. Namun suami saya bersikeras bahwa Nashita harus dijenguk, sehingga dia rela-rela saja harus antri dengan ibu-ibu lain saat jam besuk (di RS tsb untuk menjenguk bayi dibatasi dua orang sekali masuk). Suami saya selalu rajin untuk segera antri membesuk Nashita, supaya dapat menyentuh dan menyapanya. Saat suster di ruang bayi mengingatkan untuk mengantar ASIP supaya Nashita cepat pulih, suami saya dengan telaten menemani saya memompa ASI, mengantarkan ASIP dari ruang rawat inap saya ke ruang perawatan bayi, mengecek setiap perubahan kondisi Nashita, bahkan pagi buta pergi ke pasar untuk mencarikan daun katuk supaya ASI saya lancar!

Ketika Nashita sudah boleh pulang ke rumah, suami juga dengan sabar membantu saya memandikan si baby sebelum dia ngantor (kala itu kami belum punya ART yang bisa memandikan bayi),  menghibur saya yang hampir baby blues gara-gara tidak bisa memandikan Nashita, juga selalu excited tiap kali pulang kantor dan bertemu Nashita. Dengan cepat pula suami sudah familiar untuk menggendong, mengganti popok, bahkan meminumkan ASIP saat saya tidak kuat bangun untuk menyusui karena tidak enak badan.



Saking seringnya nurutin request suami yang pengen foto bareng Nashita, saya sampe baru nyadar saya sendiri jarang foto bareng Nashita, hiks.

Dari sekian foto suami dan Nashita, favorit saya yang ini nih, karena ekspresi si baby yang menatap ayahnya sementara ayahnya sibuk narsis menatap kamera!



Saya akhirnya menyadari besarnya cinta suami saya ke baby girl kami, jadi gak salah kan kalau saya menjulukinya "Super Papa" ?



0 komentar:

Post a Comment

thanks for stopping by

 
catatan Miss Putri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template