Masa-masa melahirkan adalah masa yang amat ditunggu-tunggu waktu hamil tua, hehehe...maklum rasanya perut udah begah, berat buat jalan-jalan dan penasaran ingin segera melihat wajah baby yang ngendon di dalam perut. Tapi walaupun pengen segera lahiran, teteeuuup aja akhirnya ketakutan ngebayangin proses lahiran, hehe...apalagi hampir semua mommy yang ditanya soal rasanya lahiran, -walaupun gak semua terang-terangan bilang bahwa prosesnya sakit-, pasti wajahnya akan berubah menjadi gimana gitu. Walaupun toh kebanyakan juga 'gak kapok' akan prosesnya (karena terbukti mereka melahirkan lebih dari sekali).
Kala itu prediksi dari obgyn saya, dr. Aditya Maharani SPOG adalah tanggal 8 Januari 2013, dengan estimasi bisa maju/mundur 2 minggu dari tanggal tsb. Nah jadi ada kemungkinan akhir Desember sudah bisa lahir. Jadi deh dari akhir Desember alias detik-detik tutup tahun 2012 udah mulai takut ngarep kalo calon baby ini bakal nongol di dunia -di samping itu juga mulai ngebayangin kali aja si baby lahir di tanggal cantik 31-12-2012 atau 01-01-2013- (tapi dipikir-pikir kalau lahir di tanggal segitu kayaknya serem juga ya kalau pas mobil susah sampai di RS gara-gara macet).
Tapi eh tapi, sampai tanggal 5 Januari 2012 pun tidak ada gejala apa-apa, bahkan saya sama suami masih sempet jalan-jalan belanja di Mall Lippo Cikarang dan nganter mertua ke Stasiun Gambir. (Karena kata orang, kalau mau cepet lairan dipake jalan kaki aja yang banyak, nah opsi belanja di mall memang sepertinya termasuk kan ya? hehe). Tapi asli kok, saya -swear- setiap pagi jalan kaki -terutama setelah tahun baru- gara-gara mulai ketar-ketir karena belum ada gejala lahiran sama sekali.
Memang diakui, setelah perjalanan panjang (buat emak-emak yang hamil tua), maka tanggal 6 Januari 2012 saya merasakan kaki yang cukup pegel. Ditambah lagi waktu bangun subuh keluar flek kecoklatan yang konon katanya salah satu tanda akan melahirkan. Suami saya mulai ikut deg-degan juga dan setelah itu suami langsung mengajak saya ke RS Mitra Keluarga Cikarang untuk mengecek apakah benar flek tsb tanda lahiran.
Sampai di RS sekitar jam 08.00 pagi, karna hari Sabtu maka unit rawat jalan masih cukup sepi (malahan masih basah lantainya karena lagi dipel sama cleaning service). Akhirnya langsung menuju lantai 2 di Poli Kebidanan, ketemu sama mbak-mbak Bidan yang lagi jaga (yang jaga memang masih pada Bidan muda lho). Dan ups ternyata saya langsung dicek di poli tsb yang notabene juga 'nantinya' di ruangan tsb juga akan jadi ruangan saya bakal melahirkan. Di ruang bersalin itu, saya dicek rekam jantung bayi dan cek bukaan. Dari pengecekan ternyata memang sudah bukaan satu tapi kontraksinya belum teratur. Saya pun ditawari langsung ambil rawat inap saja, tapi dipikir-pikir karna masih jarang mules maka saya milih untuk pulang dulu, prepare-prepare rumah dan mental, nanti saja ambil rawat inap-nya kalau udah mules banget.
Sampai rumah dan saya minta suami belikan ayam goreng. Setelah makan, maka saya pilih santai-santai dulu sambil kontek budhe Har di Klender untuk minta ditemenin (maklum kadung mertua udah balik dan ga ada sesepuh sama sekali di rumah). Dan akhirnya siang itu bukan hanya budhe Har yang datang, tapi juga suami dan anak-anaknya serta ada kakak sepupu saya sekeluarga yang datang untuk menenangkan hati saya sekaligus meramaikan suasana rumah (karena dari rombongan tsb mengandung unsur 3 bocah kecil yang hobi lari kesana-kemari).
Saat sore mulai menjelang, memang benar kata kakak sepupu ipar saya, mbak Tatu, bahwa jeda kontraksi akan mulai sering. Dari yang sejam sekali, kemudian sampai setengah jam sekali. Kemudian ketika akhirnya jam 16.00 sore kontraksi saya mulai 15 menit sekali, maka keluarga saya menyarankan saya segera ambil rawat inap di RS karena mungkin nanti malam saya bisa saja sudah melahirkan. Segeralah saya berberes-beres barang yang akan dibawa ke RS.
Sampai di RS saya menempati kamar 211 dan saat dicek ternyata baru bukaan dua. Kemudian saya diberi baju ganti semacam daster pink untuk lahiran. Sampai magrib menjelang, perut memang udah mulai merasa gak enak, tapi saya masih memiliki nafsu makan, hehe. Jadi saat ransum makan datang saya masih kuat-kuat saja menghabiskan (ditambah saran dari budhe Har bahwa melahirkan akan sangat membutuhkan energi jadi sebaiknya saya habiskan jatah makan saya).
Jam terus berjalan...
Mulai jam 20.00, kontraksi makin sering dan perut makin gak karuan rasanya sehingga saya merasa sudah mulai malas senyum dan bener-bener gak mood rasanya. Sakit itu makin berasa berjuta rasanya saat mendekati pukul 22.00. Ketika saya benar-benar ngerasa sakit banget dan suami mengajak saya pergi lagi ke ruang bersalin untuk minta saran mbak-mbak Bidan jaga. Oleh bidan jaga karena saya merasa kurang nyaman ada di ruangan rawat inap, maka bidan menyarankan saya tiduran di sebelah ruang bersalin (di situ ada 3 bed, yang biasanya dipakai untuk cek 'calon' ibu yang akan melahirkan). Bidan memberikan saya teh hangat supaya saya rileks.
Tet-tet-tet... sakit perut (yang katanya namanya kontraksi) makin gak karuan, bener juga sih kata teman saya rasanya mirip mules ingin BAB tapi dalam skala sakit yang lebih besar. Sampai saya dua kali mencoba ke toilet karena memang rasanya seperti BAB. -walaupun akhirnya saya sempat juga untuk BAB, hehehe-.
Sekitar pukul 23.00 lebih (maklum lupa-lupa inget karena uda gak konsen liat apa-apa), saya intip handphone untuk melihat jeda berapa menit setiap kali perut berasa melilit. Wah ternyata hampir 3-5 menit sekali! Saat itu waktu benar-benar berjalan lambat sampai rasanya udah gak pengen hidup lagi (beneran lho emang rasanya melilit banggggggeeet!). Sementara suami yang saya suruh istirahat tidur ternyata sudah ketiduran (plus ngorok) di bed sebelah! (aduh beib, itu kan bed buat ibu melahirkan kenapa kamu malah enak-enak ngorok di situ yak). Untungnya saat itu tidak ada pasien lain yang akan melahirkan jadi sepertinya Bidan jaga di situ pura-pura tidak tahu ada cowok nangkring di bed (padahal izinnya tadi tidur di kursi di sebelah bed saya lho, hehe). Tapi gara-gara suami saya ngoroknya makin kenceng akhirnya si mbak Bidan menyarankan suami saya pindah saja ke ruang rawat inap saya yang nganggur (eh mbak, kata siapa nganggur ya, soalnya dalam hati saya tahu pasti budhe Har sudah nempatin bed di ruangan rawat inap saya, hehe).
Karena melihat saya yang makin melilit akhirnya Bidan mengecek lagi bukaan saya dan ternyata sudah bukaan delapan. Suami yang masih semi-ngantuk karena 'diusir' bidan langsung melek seketika dan memanggil budhe Har untuk menemani di ruang bersalin.
Dari bed situ saya kemudian memang dipindah ke ruang bersalin (yang tadi pagi dipakai saya untuk cek). Di sana dua mbak Bidan mulai menata alat-alat persiapan melahirkan dengan santai. Sementara wajah saya sudah berada dalam taraf sejelek-jeleknya dan suami yang bingung, apalagi saat menanyakan ke mbak Bidan, dengan santai cuma dijawab. "belum waktunya kok Pak, gakpapa tenang saja". Sambil terus kesakitan dan meringis-ringis, saya mendengar si Bidan menelepon Dokter kandungan saya. Bahkan sampai beberapa menit (entah setengah jam kalau tidak salah), perut saya makin seperti diiris-iris dan Dokter yang sampai di RS masih sempat bertegur sapa dengan Bidan dan bahkan si mbak Bidan masih sempat mengucapkan Selamat Tahun Baru dan mengobrol santai.
Kemudian entah kenapa di saat yang pas, saat Dokter mulai memakai sarung tangan dan memegang saya, saya udah bukaan sembilan dan siap menunggu bukaan sepuluh. Perut makin gak karuan, dan kemudian Bidan memasang infus induksi ke saya (hiks, padahal saya kira saya gak bakalan pakai induksi), tapi ternyata karna kontraksi saya menuju bukaan sepuluh terlalu lama maka saya diberi induksi tadi.
-Saya udah gak terlalu ingat lagi detail detik-detik itu- yang jelas saat itu saya mencapai bukaan sepuluh dan ketuban saya pecah keluar, kemudian ada perintah untuk mulai mengejan tapi saya sendiri bingung seperti apa mengejan sehingga saya coba asal saja. Eh katanya waktu mengejan itu sedikit kepala si bayi nongol dan raut suami saya berubah ketakutan. (dan kata suami saya), dokter langsung ambil gunting dan (saya benar-benar gak ngerasa digunting, saking sakitnya mules yang melebihi apapun), saya mengejan sekali lagi dan tepat hari itu 7 Januari 2013 pukul 02.40 seluruh badan baby saya keluar. Perut langsung berasa kempes dan perasaan menjadi lega mendengar suara tangis si baby.
*Alhamdulillah*
Saya menjadi lega sekali...sakit perut itu langsung hilang.
Si baby langsung diangkat Bidan untuk dibersihkan (nah yang liat proses ini sih suami saya). Dan saya yang mengira proses udah selesai ternyata masih belum selesai karena Dokter membawakan peralatan jahit-menjahit. Hiks hiks...lumayan lama saya dijahit karena kata budhe Har saya mengejan sambil angkat pantat (hal yang udah diwanti-wanti orang tua jangan dilakukan) karena bikin luka sobek yang panjang. Tapi ya saya (swear banget) gak sadar sama sekali saya mengejan sambil angkat pantat, bener-bener gak berasa karena cuma konsen mengejan saja, hehe. Dan setelah proses jahit pun masih ada proses lagi yaitu Bidan yang membersihkan sisa-sisa darah. OMG...panjang juga yaa...padahal saya kira begitu bayi lahir semua beres. Sementara baby saya pun di IMD dan suami mengumandangkan adzan untuk si baby. Wah rasanya gimana gitu liat si baby yang selama ini ngendon di perut saya. Wow, this is my baby girl!
Setelah itu si baby dibawa ke ruang bayi untuk treatment selanjutnya, diikuti oleh suami (yang udah siap-siap spidol gara-gara kita berdua takut bayi ketukar, hahaha). Kata suami saya di ruang bayi si bayi diproses pengukuran dan pengecekan, berat badan, panjang, jumlah jari kaki tangan, dan ada cap kaki bayi juga. Dan karena malam itu gak ada orang lain yang melahirkan bayi jadi kami tidak perlu khawatir ada bayi tertukar (kebetulan juga bayi lain yang ada di situ bayi laki-laki semua), yang jelas Alhamdulillah si bayi gak perlu dicoret-coret papanya pake spidol :D
ini foto my baby girl, yang dinamai Nashita Pradnyaputri Atha Widodo. Artinya adalah anak perempuan yang energik, ceria seperti pagi hari dan merupakan anugerah dari Tuhan.
0 komentar:
Post a Comment
thanks for stopping by