Sunday, February 01, 2015

(random note) Kembalian Permen? Yay or Nay?

Suatu pagi saya dan suami berbelanja beberapa roti kesukaan Na di toserba dekat rumah. Saat transaksi di kasir, tertulis di struk kembalian saya sejumlah Rp 1.500,00. Kemudian si kasir memberikan selembar uang seribuan dan sebuah wafer X kepada suami saya. Awalnya sih saya mikir janggal, apa suami saya nambah belanjaan ya? Tapi kenapa wafer merk X tadi, karena setau saya sih suami gak terlalu suka merk tadi. Pas di mobil saya iseng nanya, "Mas tumben pengen wafer ini?". Trus kata suami, "Enggak sih, abis katanya dia gak punya kembalian Rp 500-an." Dalam hati saya mikir, wealah maksa dong beli wafer ini? Tapi sejenak saya lupa karena sibuk nyuapin Na sarapan.

Dua hari kemudian saya datang lagi ke toserba tersebut. Singkat cerita setelah berbelanja dan dihitung kasir, semestinya saya mendapat kembalian Rp 5.600,00. Si kasir (ganti orang), memberikan selembar uang lima ribuan dan enam bungkus permen. Saya mengernyitkan alis, whaaat, apa-apaan ini, enam permen? Lah lu kate gue doyan permen beginian, batin saya. Mulai deh jengkel saya. Saya bilang, "Apaan ini mbak, masa permen sampe enam biji, saya gak doyan." Si kasir cuma mesem dan bilang gak punya kembalian receh. Batin saya, dari kemarin gak punya kembalian, maksudnya apaan. Kemudian karena saya males eyel-eyelan di depan anak saya, saya balik ke dalam dan mengambil sebungkus cemilan kecil yang saya doyan (senilai Rp 500,00) dan berkata ke si kasir, "Ya udah mbak saya ambil ini aja." sambil ngeloyor ke mobil sambil ngegondok.

Kenapa sih saya jengkel? Apa karena saya perhitungan dengan uang recehan? Ya, silahkan anggap saya lagi tongpes dan amat perhitungan dengan duit sampai nominal Rp 100,00 sekalipun. Tapi apabila uang saya banyak pun saya tetap jengkel dengan 'pemaksaan' kembalian permen. Apalagi yang gak pake basa-basi (minta maaf karena stok uang receh habis, *red) sama sekali dan menganggap kembalian permen sebagai hal wajar. Emang sejak kapan permen jadi alat transaksi keuangan? Trus juga, siapa yang bilang nilai permen itu Rp 100,00? Toh kenyataannya 'nilai fisik'-nya gak sampe seratus rupiah. Dan saya yakin kebanyakan toko memberikan merk permen yang paling murah dari sekian jenis permen yang 'ditaksir' nilainya mampu menggantikan uang seratus, yang biasanya pun rasanya akhirnya gak enak. Sama aja maksa kita beli barang yang gak kita inginkan dong?

Kemudian saya lebih menghargai para pedagang tradisional di pasar, yang apabila tidak punya kembalian receh maka mereka menawarkan barang dagangan lainnya sebagai pengganti kembalian. Misalnya di tukang sayur nawarin vetsin atau beberapa butir bawang untuk mengganti Rp 500,00 dan sebagainya. Di mana dalam hal ini tentu sudah ada kesepakatan dengan pembeli sehingga transaksi selesai dengan keikhlasan kedua belah pihak.

Trus reaksi saya gimana saat mengalami hal semacam ini. Tentu tergantung mood ya, hehe...namanya juga perempuan.
Kadang saat posisi diplomatis saya bilang, "Maaf mbak, saya gak doyan permen ini. Tolong carikan uang receh saja."
Kalau posisi innocent, misalnya setelah saya mendapat kembalian permen di kasir bagian kosmetik dan kemudian saya melakukan transaksi pembayaran di kasir bagian makanan di sebelahnya (di swalayan yang sama tapi sistem kasir per jenis item), maka permen tadi saya 'kembalikan' lagi sebagai uang. Pernah si kasir (mungkin orang baru) menolak permen saya tadi, kemudian saya bilang, "Ya udah mbak, tuh tukerin aja sama uang di kasir temennya mbak." Si kasir junior tadi tampak kebingungan sampai mengadu ke supervisornya, yang kemudian saya balas dengan senyuman ditambah tatapan selembut pisau daging, kemudian si ibu spv akhirnya berbisik ke kasir junior, "Udah terima aja." Dan bereslah saya berpisah dengan permen yang gak saya doyanin itu.

Kecurangan seperti ini pun sebenarnya sudah dilarang Undang-undang loh, karena transaksi sah hanya dapat dilakukan dengan alat pembayaran yang sah pula. Namun kadang saya bisa memaklumi kalau memang saat-saat tertentu memang stok uang receh di kasir menipis. Tapi kalau tiap belanja dicekokin permen dan jumlahnya lebih dari 2 butir itu kok sesuatu ya? Kan kembalian sesuai transaksi adalah kewajiban dalam bisnis, apalagi juga bagian dari pelayanan kepuasan konsumen. Karena itu saya sempat heran lagi saat bertemu kasir (yang nampaknya berniat curang), saat di struk kembalian tertulis kembalian saya semestinya Rp 600,00 dan saya 'hanya' mendapat 2 permen. Berarti 1 permen = Rp 300,00 ya? (note : padahal tiap saya belanja di tempat ini, jenis permen tersebut biasanya diberikan sebagai pengganti Rp 100,00). Memang sih saat itu belanja saya lumayan banyak sehingga skala Rp 600,00 tampaknya kecil dan tak akan disadari oleh saya yang sibuk menata tas plastik belanjaan di troli. Ih, belum tau ada Bibi Titi Teliti ya? Langsung deh saya cecer si mbak kasir, "Mbak, emang ini harganya Rp 300,00?" dan dijawab si mbak gak nyambung, "Kami gak punya seratusan mbak." Kemudian saya ulang lagi, "Bukan itu, saya nanya, ini permen sebiji harganya Rp 300,00...?" Entah bingung ato takut, kemudian si mbak memberikan uang lima ratusan dan seratusan ke saya. Batin saya, lah ini ada?

Yah begitulah, semoga kalau suatu saat saya punya swalayan besar (Aamiiin) saya selalu punya stok uang receh untuk kembalian pelanggan saya.
#Eh.

Udah, aamiin-in aja ya pembaca! ;)


PS : dapat pic menarik dari kakak sepupu saya,

0 komentar:

Post a Comment

thanks for stopping by

 
catatan Miss Putri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template