Thursday, March 19, 2020

(our family story) Being A Villagers

Dulu, era jaman Tukul Arwana jadi host, sempet beken banget istilah ndeso. Dan saat saya mahasiswa, buat ganti istilah ndeso, anak-anak pakai istilah villagers, untuk konten bercanda tentunya.

Saya melalu berbagai fase pindah domisili, hehe, ya tuntutan kerjaan, kadang juga takdir yang tidak disangka. Pernah tinggal di kota macet macam Bekasi, juga metropolis ala Surabaya (yang di sana tuh beraaa love dan hate menjadi satu ya, hahaha). Karena suami kerja dan mendapat nafkah dari kantor Surabaya, kami pernah berharap bisa menetap di sana. Sayangnya, takdir kadang tak selalu mudah ditebak. Karena satu dan lain hal (ada beberapa yang pernah saya tulis di sini) maka saya dan anak-anak menetap di desa asal suami, di sebuah kecamatan di kabupaten Tuban. Sedangkan suami tetap kerja di Surabaya, beliau pulang tiap weekend.

Enakkah LDR? Ga enak lah, jelas berkumpul bersama lebih enak. Tapi ya itu, ternyata belum memungkinkan, jadi ya sabar. Dan tetap bersyukur.

Karena ternyata jadi orang desa itu enak banget Jenderal!


kemarin sore, anak-anak ngambil foto pelangi di belakang rumah




Rumah saya asli mewah, bener-bener 'mepet sawah', haha.... dan Alhamdulillah hawa pagi segeeer banget, ditambah bonus bisa lihat pemandangan pegunungan di belakang rumah tiap hari.

-

Butuh beberapa sayur atau buah, kadang bisa nemu atau ramban gratis lho saudara! 

-

Kalau rajin berkebun, sebenernya bisa banget nanam macem-macem... soalnya lahan relatif banyak. Di sini juga saling berbagi sama tetangga. Misal tetangga punya terong, biasanya dia izinin orang lain ambil kalau butuh. Tanaman semacam bayam, kangkung, kenikir, kemangi, daun singkong, juga dianggap tanaman publik, siapa yang butuh mah ambil aja di sepanjang pinggir jalan...

-

Kadang juga para tetangga saling berbagi kalau pohon buahnya panen. Pisang, pepaya; kalau mertua saya malah saya kecipratan bawang, tomat, cabe hehe... bahan persambelan gratis lah pokoknya! Mau beli ke pasar pun harganya jelas lebih murah daripada ke swalayan kota khan! Dompet bisa dikekep lah.

Makanya saya heran, dulu pernah bertemu orang di kota yang serasa mencibir, "Ah, mana enak jadi orang kampung?" katanya sih minim fasilitas, ga ada mall, dll... Hehe, saya senyumin aja. Ah, hawa pagi segar ini lebih mahaaal harganya. Punya tetangga dan teman baik di sekeliling rumah juga rasanya priceless... Lahan luas buat anak-anak bebas bermain juga itu amat berharga! Sesekali butuh barang yang mungkin ga ada di toko, ya bisa lah cari waktu dicari ke Surabaya, hehe, kalo pas ada rejeki juga sih.


Yang jelas, jadi orang desa itu ternyata....ASYIK BANGET! 

0 komentar:

Post a Comment

thanks for stopping by

 
catatan Miss Putri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template