DATA BUKU
Format : Soft Cover
ISBN : 9792215298
ISBN13 : 9789792215298
TglTerbit : Oktober 2005
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 383
Dimensi : 150 mm x 230 mm
BLURB
Kisah mengharukan tentang wanita yang berusaha menemukan jati diri, memahami sang ibu, dan mendapat kebahagiaan.
Saat membereskan meja kerjanya, Ruth Luyi Young menemukan setumpuk kertas berisi riwayat hidup ibunya. LuLing Young, ibunda Ruth, memberikan tumpukan kertas itu bertahun-tahun yang lalu. Riwayat hidup yang ditulis dengan kaligrafi Cina itu tak pernah sempat dibaca Ruth sampai ia mengetahui bahwa LuLing menderita Alzheimer. Di tengah perjuangan mempertahankan karier dan hubungan cintanya yang di ujung tanduk, Ruth kembali ke rumah ibunya, dan mulai membaca kertas-kertas itu. Ruth pun memasuki masa lalu LuLing, menelusuri jejak langkah yang pernah ditempuh ibunya. Selagi menyusun potongan-potongan masa lalu LuLing, Ruth seakan menjadi saksi mata kehidupan Tabib Tulang Terkenal dari Mulut Gunung, para pembuat tinta di desa Jantung Abadi, dan anak-anak perempuan di panti asuhan Nasib Baru. Akhirnya ia pun memperoleh jawaban atas misteri siapa wanita dalam foto yang selama ini disimpan ibunya.
RESENSI & REVIEW
Kali ini saya membaca sebuah cerita dengan latar setting budaya Cina era masa perang. Saya selalu tertarik dengan buku yang menceritakan kisah di masa lampau (walaupun fiksi) menurut saya sedikit banyak memberi saya wawasan baru mengenai bagaimana budaya di masa lampau di negara atau bangsa tertentu, dan itu adalah hal yang menakjubkan bagi saya untuk mengetahuinya.
Kisah ini menceritakan tentang kehidupan 3 generasi, kebanyakan tentunya kisah sedih dan tragis. Walaupun biasanya saya benci kisah sedih tetapi karena menurut saya ceritanya berbau sejarah dan cara penulis mengisahkan kisahnya bikin penasaran, maka saya baca aja terus, hehe.
Cerita dibuat dengab sudut pandang 2 orang berbeda. Pertama menceritakan seorang Ruth Young, seorang editor buku yang pandai menulis. Bakat menulis yang tak dia sadari dia peroleh dari warisan ibu dan nenek yang sebelumnya tidak dia kenal secara dalam. Sampai suatu hari sang ibu terkena Alzheimer dimana sang ibu sering meracau menceritakan kisah dengan urutan waktu yang tak jelas dan semakin pikun. Ruth kemudian mencoba menemani sang ibu tinggal kembali di rumah ibunya. Merapikan berbagai kekacauan yang ada di rumahnya. Perabot berantakan, sampah menumpuk dan berbagai hal yang harus dirapikan serta dibersihkan. Saat itulah Ruth menemukan diary masa lalunya saat remaja. Membacanya kembali, Ruth mengingat betapa cerewetnya sang ibu (LuLing) dan betapa pula ia ingin memberontak sejak muda. Sewaktu kecil Ruth pernah merasa amat kesal pada ibunya, lalu dia mencoba menuruni seluncuran dengan posisi kepala di bawah sehingga mengalami kecelakaan yang cukup parah. Kecerewetan ibunya berhenti, dan Ruth kecil terbiasa berbicara dengan ibunya dengan cara unik -menulis dengan sumpit di nampan berisi pasir- apabila menginginkan sesuatu. Dan sejak itu LuLing merasa tulisan-tulisan Ruth bukan sekadar tulisan biasa, tapi mengandung banyak makna. Bahkan saat Ruth berpura-pura melihat arwah Bibi Tersayang (pengasuh LuLing saat anak-anak) dan menuliskan pesan-pesan dari hantunya, ibunya nampak sangat percaya pada apapun yang Ruth kecil katakan. Saat mengingat semua itulah Ruth merasa seperti ada sesuatu yang selama ini, bertahun-tahun ibunya sembunyikan darinya. Mengapa LuLing nampak sangat bersalah pada Bibi Tersayang? Dan saat menderita pikun, LuLing sangat sering mengucapkan tentang Ujung Dunia, suatu tempat yang di mana itu tidak Ruth mengerti.
Sampai suatu ketika ketika membersihkan rumah Ruth menemukan lembaran-lembarang kertas tulisan tangan dengan bahasa dan huruf Cina yang tidak semuanya mampu Ruth pahami. Sampai Ruth harus menemui seorang ahli bahasa Cina yang umurnya hampir setua ibunya. Serta Ruth harus menggali informasi dari bibi GaoLing, satu-satunya saudara LuLing yang Ruth kenal. Saat itulah kemudian Ruth menyelami kehidupan ibunya yang sebenarnya...
Bab selanjutnya pada novel ini adalah kisah LuLing pada masa kecil dengan sudut pandang tokoh Liuling itu sendiri. Mengisahkan bahwa dia adalah anak haram seorang pemuda dari keluarga pemilik usaha toko tinta dengan salah satu pegawai terbaiknya yang juga seorang putri tabib tulang terkenal. Ketika hampir saja menikah, di hari H pernikahan sang putri tabib tulang mendapatkan bencana yaitu ayah dan calon suaminya dibunuh seorang pria pemilik usaha kayu yang culas karena merasa tersinggung sang putri pernah menolak lamarannya. Batal menikah dan kehilangan kedua pria yang paling dia cintai membuat sang putri mengalami kesedihan mendalam, apalagi kenyataan bahwa di rahimnya telah ada janin hasil hubungan sebelum pernikahannya dengan sang pemuda. Dan tidak ada yang percaya bahwa pembunuh kedua pria tersebut adalah pria pemilik usaha kayu, karena di hadapan orang lain dia bersikap sangat baik ditambah pria tersebut adalah pemasok kayu untuk usaha tinta tersebut. Di tengah keputusasaannya sang putri nekad mencelupkan wajah ke jelaga minyak panas yang membuat sebagian wajahnya rusak dan menjadi buruk rupa. Khawatir akan kutukan atas kemalangan berturut-turut, keluarga pemilik toko tinta tetap merawat sang putri dan mengakui bayi yang lahir sebagai anak dari kakak pertama pemuda calon pengantin sang putri. dan bayi itu adalah LuLing.
LuLing lahir dengan kasih sayang yang tidak didapat dari ayah dan ibu yang dia kenal (karena sebenarnya ayah dan ibu itu adalah paman dan bibinya). Namun LuLing masih merasa memiliki adik yaitu GaoLing (anak kandung paman dan bibinya). Walaupun LuLing merasa janggal karena ayah dan ibu melimpahkan kasih sayang dan kemanjaan untuk Gaoling namun dia harus selalu diasuh oleh pengasuh buruk rupa bernama Bibi Tersayang (yang tak lain sebenarnya adalah ibu kandungnya). Namun anehnya walaupun omongan Bibi Tersayang tidak pernah jelas (karena kecelakaan merusak indera bicaranya), LuLing seolah selalu mampu memahami apa ucapan Bibi Tersayang. Walaupun Bibi Tersayang sangat cerewet dan sering melarangnya ini-itu, berbagai hal diajarkan oleh Bibi Tersayang pada LuLing. Sampai suatu ketika LuLing dilamar oleh putra pemilik usaha kayu (yang tak lain adalah anak pembunuh ayahnya) dan tentu saja hal ini menimbulkan amarah besar Bibi Tersayang. Bibi Tersayang berusaha menuliskan kisah hidup dan jati dirinya yang sebenarnya lewat kertas-kertasnya untuk LuLing. Namun karena LuLing merasa kertas itu tidak perlu dia baca, maka tidak ada perubahan sikap yang dia tunjukkan pada Bibi Tersayang (karena LuLing tidak paham siapa ibu kandungnya). Hal ini menimbulkan kesedihan mendalam lagi pada Bibi Tersayang yang membuatnya bunuh diri di suatu pagi. Khawatir terkena kutukan, keluarga pemilik toko tinta akhirnya membuka rahasia ini pada LuLing, mengenai siapa Bibi Tersayang. Jasad Bibi Tersayang dibuang ke sebuah jurang di tepi desa yang sering disebut Ujung Dunia. Sementara LuLing akhirnya dikirim ke sebuah panti asuhan dan biara di bukit yang disponsori para misionaris dari Amerika Serikat.
Hidup LuLing kini berubah menjadi penghuni panti sekaligus asisten guru untuk sekolah di panti asuhan karena kepiawaiannya menulis. Suatu ketika dia memutuskan untuk membuka bingkisan dari Bibi Tersayang sebelum dia bunuh diri. Surat-surat yang membuatnya merasa sangat bersalah kepada sang ibu kandung. Serta pemberian dari Bibi Tersayang, sebuah tulang berharga warisan tabib tulang. (Sebenarnya tulang ini merupakan tulang manusia jaman purba yang terkubur di daerah jurang Ujung Dunia, kala itu tulang itu menjadi obat mujarab untuk orang yang mengalami cedera dan patah tulang. Tulang ini pula yang menajadi rahasia turun-temurun tabib tulang dalam mengobati pasiennya.)
Kehidupan LuLing terus berjalan. Sampai dia akhirnya menikah dengan Kai Jin, seorang putra ahli arkeolog yang meneliti tulang-belulang di Ujung Dunia yang juga tinggal di biara tersebut. Bahkan Liuling dapat bertemu GaoLing, yang ternyata merana setelah pernikahannya dengan putra pemilik usaha kayu (yang membuat keluarganya bangkrut). Namun kehidupan bahagianya hanya sekejap karena letusan Perang Dunia menyebabkan suaminya meninggal. Kehidupan di panti asuhan mulai kocar-kacir. Sampai suatu ketika GaoLing dan LuLing secara bertahap dapat pindah ke Amerika Serikat dan memulai kehidupan baru di sana. Di Amerika Serikat, GaoLing dan LuLing menikah dengan kedua bersaudara. Namun lagi-lagi nasib buruk (yang dianggap LuLing sebagai kutukan) bahwa suami LuLing meninggal saat Ruth kecil masih berusia 2 tahun.
Cerita selanjutnya bergulir lagi dari sudut pandang Ruth. Akhirnya Ruth mengerti kehidupan sebenarnya sang ibu, LuLing yang begitu berat. Memahami rasa penyesalan LuLing yang sangat besar pada Bibi Tersayang yang belum sempat tersampaikan, bahkan menemukan jasadnya pun tak bisa. Karena Liuling merasa Alzheimer menggerogoti ingatannya, itulah sebabnya dia membuat tulisan kisah-kisah hidupnya yang akhirnya ditemukan oleh Ruth, putrinya.
Dengan bantuan bibi Gaoling yang menghubungi keluarga dan kerabat di Cina, akhirnya Ruth berhasil menemukan nama asli Bibi Tersayang. Gu - Liu Xing (berarti tetap benar) yang sering diartikan orang sebagai Liu Xing (bintang jatuh). Ruth seolah memahami dari mana asal usulnya. Bahkan namanya, Ruth (nama Amerika-nya) Luyi (nama Cina-nya) diambil dari nama misionaris Amerika Serikat yang berjasa mendidik LuLing dan nama kakak panti pengurus biara dan panti asuhan semasa Liuling remaja.
Di akhir cerita, Ruth memaafkan semua perbuatan cerewet dan aneh yang kadang kala ibunya lakukan. Bahkan sebaliknya Ruth merasa bersalah tidak mampu mengenal sang ibu lebih dalam, seperti LuLing yang tak mampu mengenal siapa sebenarnya Bibi Tersayang. Tak ingin sisa waktu yang ada sia-sia, keduanya akhirnya berusaha memaafkan kesalahan di masa lalu dan memperbaiki kehidupannya di masa sekarang.
LuLing lahir dengan kasih sayang yang tidak didapat dari ayah dan ibu yang dia kenal (karena sebenarnya ayah dan ibu itu adalah paman dan bibinya). Namun LuLing masih merasa memiliki adik yaitu GaoLing (anak kandung paman dan bibinya). Walaupun LuLing merasa janggal karena ayah dan ibu melimpahkan kasih sayang dan kemanjaan untuk Gaoling namun dia harus selalu diasuh oleh pengasuh buruk rupa bernama Bibi Tersayang (yang tak lain sebenarnya adalah ibu kandungnya). Namun anehnya walaupun omongan Bibi Tersayang tidak pernah jelas (karena kecelakaan merusak indera bicaranya), LuLing seolah selalu mampu memahami apa ucapan Bibi Tersayang. Walaupun Bibi Tersayang sangat cerewet dan sering melarangnya ini-itu, berbagai hal diajarkan oleh Bibi Tersayang pada LuLing. Sampai suatu ketika LuLing dilamar oleh putra pemilik usaha kayu (yang tak lain adalah anak pembunuh ayahnya) dan tentu saja hal ini menimbulkan amarah besar Bibi Tersayang. Bibi Tersayang berusaha menuliskan kisah hidup dan jati dirinya yang sebenarnya lewat kertas-kertasnya untuk LuLing. Namun karena LuLing merasa kertas itu tidak perlu dia baca, maka tidak ada perubahan sikap yang dia tunjukkan pada Bibi Tersayang (karena LuLing tidak paham siapa ibu kandungnya). Hal ini menimbulkan kesedihan mendalam lagi pada Bibi Tersayang yang membuatnya bunuh diri di suatu pagi. Khawatir terkena kutukan, keluarga pemilik toko tinta akhirnya membuka rahasia ini pada LuLing, mengenai siapa Bibi Tersayang. Jasad Bibi Tersayang dibuang ke sebuah jurang di tepi desa yang sering disebut Ujung Dunia. Sementara LuLing akhirnya dikirim ke sebuah panti asuhan dan biara di bukit yang disponsori para misionaris dari Amerika Serikat.
Hidup LuLing kini berubah menjadi penghuni panti sekaligus asisten guru untuk sekolah di panti asuhan karena kepiawaiannya menulis. Suatu ketika dia memutuskan untuk membuka bingkisan dari Bibi Tersayang sebelum dia bunuh diri. Surat-surat yang membuatnya merasa sangat bersalah kepada sang ibu kandung. Serta pemberian dari Bibi Tersayang, sebuah tulang berharga warisan tabib tulang. (Sebenarnya tulang ini merupakan tulang manusia jaman purba yang terkubur di daerah jurang Ujung Dunia, kala itu tulang itu menjadi obat mujarab untuk orang yang mengalami cedera dan patah tulang. Tulang ini pula yang menajadi rahasia turun-temurun tabib tulang dalam mengobati pasiennya.)
Kehidupan LuLing terus berjalan. Sampai dia akhirnya menikah dengan Kai Jin, seorang putra ahli arkeolog yang meneliti tulang-belulang di Ujung Dunia yang juga tinggal di biara tersebut. Bahkan Liuling dapat bertemu GaoLing, yang ternyata merana setelah pernikahannya dengan putra pemilik usaha kayu (yang membuat keluarganya bangkrut). Namun kehidupan bahagianya hanya sekejap karena letusan Perang Dunia menyebabkan suaminya meninggal. Kehidupan di panti asuhan mulai kocar-kacir. Sampai suatu ketika GaoLing dan LuLing secara bertahap dapat pindah ke Amerika Serikat dan memulai kehidupan baru di sana. Di Amerika Serikat, GaoLing dan LuLing menikah dengan kedua bersaudara. Namun lagi-lagi nasib buruk (yang dianggap LuLing sebagai kutukan) bahwa suami LuLing meninggal saat Ruth kecil masih berusia 2 tahun.
Cerita selanjutnya bergulir lagi dari sudut pandang Ruth. Akhirnya Ruth mengerti kehidupan sebenarnya sang ibu, LuLing yang begitu berat. Memahami rasa penyesalan LuLing yang sangat besar pada Bibi Tersayang yang belum sempat tersampaikan, bahkan menemukan jasadnya pun tak bisa. Karena Liuling merasa Alzheimer menggerogoti ingatannya, itulah sebabnya dia membuat tulisan kisah-kisah hidupnya yang akhirnya ditemukan oleh Ruth, putrinya.
Dengan bantuan bibi Gaoling yang menghubungi keluarga dan kerabat di Cina, akhirnya Ruth berhasil menemukan nama asli Bibi Tersayang. Gu - Liu Xing (berarti tetap benar) yang sering diartikan orang sebagai Liu Xing (bintang jatuh). Ruth seolah memahami dari mana asal usulnya. Bahkan namanya, Ruth (nama Amerika-nya) Luyi (nama Cina-nya) diambil dari nama misionaris Amerika Serikat yang berjasa mendidik LuLing dan nama kakak panti pengurus biara dan panti asuhan semasa Liuling remaja.
Di akhir cerita, Ruth memaafkan semua perbuatan cerewet dan aneh yang kadang kala ibunya lakukan. Bahkan sebaliknya Ruth merasa bersalah tidak mampu mengenal sang ibu lebih dalam, seperti LuLing yang tak mampu mengenal siapa sebenarnya Bibi Tersayang. Tak ingin sisa waktu yang ada sia-sia, keduanya akhirnya berusaha memaafkan kesalahan di masa lalu dan memperbaiki kehidupannya di masa sekarang.
*****
Piuuuh... banyak juga ya ketikan saya untuk resensi, sebenarnya cukup melelahkan juga mengetiknya. Namun saya merasa ikut tersentuh dengan cerita ini, mengingat bagaimana kehidupan buruk yang dialami baik oleh Gu Liu Xin (Bibi Tersayang) maupun LuLing. Seolah kesedihan yang tiada habisnya. Banyak pula budaya Cina di masa lalu yang baru saya ketahui, seperti cara perjodohan orang, cara menjaga etika dan lain-lain. Yang paling mencolok di buku ini adalah kepercayaan pada arwah gentayangan (hantu) dan kutukan atas nasib buruk. Bahkan walaupun LuLing sudah tinggal di Amerika Serikat pun dia masih merasa Bibi Tersayang ada di sekitarnya.
Selain itu di buku ini juga disinggung bagaimana pengaruh perang pada kehidupan masyarakat. Bagaimana perasaan para istri yang harus kehilangan suami akibat perang, kehidupan mencekam karena pihak musuh selalu mengganggu masyarakat, wabah penyakit dan kelaparan melanda. Mengerikan sekali...Sungguh kita patut bersyukur hidup di alam yang merdeka ini.
Selain itu di buku ini juga disinggung bagaimana pengaruh perang pada kehidupan masyarakat. Bagaimana perasaan para istri yang harus kehilangan suami akibat perang, kehidupan mencekam karena pihak musuh selalu mengganggu masyarakat, wabah penyakit dan kelaparan melanda. Mengerikan sekali...Sungguh kita patut bersyukur hidup di alam yang merdeka ini.
Namun ada satu hal yang menurut saya paling menyentuh adalah betapa besarnya kasih ibu. Seperti Bibi Tersayang (Gu Liu Xin) yang rela menjadi pengasuh anak supaya tetap dapat merawat anak kandungnya, bahkan rela anaknya mendapat marga lain demi menyelamatkan harga diri anaknya kelak. Juga LuLing yang selalu khawatir keselamatan anaknya dan rela tabungan hasil warisan suaminya tersimpan rapat untuk Ruth tanpa dia nikmati sedikitpun. Namun cinta di sini berbuah manis, sang anak akhirnya menyadari betapa besarnya kasih sayang seorang ibu. LuLing pada Gu Liu Xin, dan Ruth pada LuLing.
Menurut saya penulis, Amy Tan memiliki ciri yang khas dalam setiap buku yang dia tulis, selalu mengandung unsur budaya Cina yang menarik. Sedikit-sedikit tahu lah tentang era Cina di masa lalu hehehe... Saya sendiri memiliki 2 (dua) buku Amy Tan, tapi yang satunya belum selesai baca. Semoga setelah selesai membaca bukunya saya bisa menulis resensinya lagi.
Menurut saya penulis, Amy Tan memiliki ciri yang khas dalam setiap buku yang dia tulis, selalu mengandung unsur budaya Cina yang menarik. Sedikit-sedikit tahu lah tentang era Cina di masa lalu hehehe... Saya sendiri memiliki 2 (dua) buku Amy Tan, tapi yang satunya belum selesai baca. Semoga setelah selesai membaca bukunya saya bisa menulis resensinya lagi.
0 komentar:
Post a Comment
thanks for stopping by