Jadi dalam beberapa bulan ini si Na dan Ka terkena sakit yang -sepertinya- hampir sama. Saya bilang hampir sama karena saya bukan dokter ya, rasanya terlalu sok tahu kalau saya memastikan itu sakit yang sama persis.
Awalnya sih yang kena itu si Ka. Sekitar pertengahan Januari kemarin, badannya demam sekitar 38,6 C disertai gejala batuk pilek. Karena selama 3 hari masih belum membaik saya putskan membawa Ka ke dokter langganan, dr. Hartojo di RS Husada Utama. Kata beliau sih kemungkinannya infeksi virus.
(Hehe dan pengalaman saya duluuu banget pas denger anak kena infeksi virus, saya spontan nanya, "Virus apa ya dok?" dijawab sama dokter, "Jenis virus itu banyak bu, kalau pemeriksaan seperti ini tidak bisa menjelaskan detail jenis virusnya apa. Tapi, sakit karena virus itu akan hilang dengan sendirinya sesuai imun anak. Rata-rata seminggu akan sembuh asalkan pasien makan bergizi dan istirahat teratur,". Oh begitu...)
Pulang dari RS, dikasih resep Paracetamol (as always buat bikin bocah nyaman karena demam dan nyeri agak berkurang), lalu ada segepok puyer (yang ingredients-nya obat batuk-pilek) serta antibiotik Cefadroxil sirup dosis 125mg. Sebenernya saya juga pengen kepo lagi buat nanya kenapa kok infeksi vius malah dikasih antibiotik untuk bakteri? Namun saya empet karena ingat ada rekan saya yang berprofesi dokter pernah menjelaskan kurang lebih seperti ini, apabila sakit terlanjur parah, terkadang terjadi infeksi di dalam tubuh yang melibatkan bakteri, sehingga sebagian dokter memilih tetap menambahkan antibiotik di dalam obatnya. Untuk kebenarannya, tentu saya tidak dapat menjawab. Karena saya sama sekali bukan pakar medis. Namun dalam hal medis saya mempercayai dokter spesialis yang saya pilih sebagai ikhtiar saya, menganggap dokter berupaya menjalankan amanahnya. Jadi disertai doa, ya saya minumkan obat yang diberikan sesuai resep.
Sebulan kemudian, eh ganti Na yang sakit batuk-pilek. Karena demamnya sampai 39,2 akhirnya saya memilih memberikan obat drugstore untuk Na. Biasanya merk yang saya pilih antara Hufagripp Flu atau Termorex Plus, yang saya anggap cocok untuk Na berdasarkan pengalaman selama dia pernah sakit. Komposisi kedua obat itu sama yaitu setiap 5 ml mengandung : Paracetamol, Pseudoephedrine HCl, Chlorpheniramine Maleate, dan berbeda di komposisi obat batuknya yaitu Guafenesin (untuk Termorex Plus) dan Gliceryl Guaiacolate (untuk Hufagripp Flu).
Kenapa awalnya saya memilih kedua merk ini? Karena sewaktu Na di bawah 2 tahun dan saya lebih memilih resep dokter anak untuk mengobati Na yang batuk-pilek, selalu saya amati resep puyer racikan dokternya, apa sih ingredient di resepnya? Ternyata ya mirip di atas, kecuali untuk CTM-nya yah hahaha... Jadi saya pilih Hufagripp Flu atau Termorek Plus, walaupun banyak sekali merk obat batuk-pilek untuk anak karena biasanya ada sedikit berbeda, misalnya ada yang menggunakan Dextromethropane untuk obat batuknya, bahkan saya juga menolak waktu ditawari obat batuk berisi Ambroxol untuk Na (apalagi itu, setahu saya itu antibitok soalnya...). Ya, jadi Na akan meminum obat yang hampir sama dengan resep dokternya kala dia bayi.
Alhamdulillah cukup dengan obat drugstore Na sembuh sekitar 3 hari kemudian, sehingga saya tenang dan hari-hari berlanjut seperti biasa.
Sampai kemudian sebulan berikutnya, sekitar bulan Maret Na sakit lagi. Kali ini demamnya cukup tinggi sampai 39. Karena khawatir saya bermaksud membawanya ke dokter anak. Eh ternyata si pak dokter pas gak tugas jaga di RS HU. Jadinya saya belikan Paracetamol dan Cefadroxil sirup sendiri serta ada sisa puyer Ka bulan Januari (obat batuk-pilek) dan saya minumkan ke Na. Menurut feeling mas Suami soalnya gelajanya mirip sekali sama sakit Ka bulan Januari, dan suami saya paling percaya sama dokter anak langganan kami untuk sakit seperti ini, jadi kami memutuskan memakai resep turunannya untuk Na. Disertai doa, -walaupun saya tahu sih, sebagian menganggap keputusan memilih obat ini di luar prosedur-, karena membuat diagnosa sendiri dan memilih obat sendiri karena menganggap gejala sama. Walau pada akhirnya dalam 3 hari Na sembuh pula... Alhamdulillah pilihan kami tidak salah saat itu. Karena saya sendiri juga ingat Na pernah sakit serupa, dan karena demamnya di atas 39 tengah malam kami membawanya ke IGD RS, yang mengakibatkan Na harus rawat-inap. Masalahnya ternyata sakitnya pun sama, "infeksi virus", dan yang diminum Na selama rawat inap di RS ya hanya sejenis sirup antibiotik dan infus yang ditambahkan suntikan Paracetamol...walah tiwas kasihan si anak jenuh dan stress di RS. Maka dari itu kali ini kami tidak membawa Na ke RS lagi, hehe, khawatir mendapat rawat inap yang tidak perlu dan tidak urgent.
Dan cerita tentang sakit ini tidak berhenti karena seminggu setelah Na sembuh, ganti adiknya, si Ka yang mendadak demam. Memang sih dua hari sebelum demam Ka kurang istirahat, siang bolong malah nyeret sepeda roda tiganya di depan rumah. Hiks hiks, malamnya demam bahkan sampai 40,2. Pertolongan pertama, saya beri di Paracetamol (4 jam sekali - karena panasnya tinggi) dan Cefadroxil sirup (karena menurut mas Suami sakitnya bakal sama lagi kaya kemarin). Dan setelah dibawa ke dokter anak pada hari ketiga, ternyata memang sama sakit karena infeksi virus yang juga menyebabkan anak batuk-pilek. Obatnya, ya sama lagi puyer racikan obat batuk-pilek, Paracetamol dan antibiotik (kali ini kami diberi antibiotik golongan Erythromycin - beda dengan sebelumnya). Karena terlanjur diberi Cefaroxil, maka si Erythromycin saya keep dulu, gak saya kasih ke Ka, hehehe.
Aduh, walaupun sejujurnya saya bingung sih, kenapa infeksi virus namun dokter tetap memberikan antibiotik, ujung-ujungnya tetep saya minumkan ke anak kalau terlihat si anak sakitnya nampak parah. Biasanya yang saya anggap parah kalau demamnya mencapai 39,5 ke atas...dibilang emak mudah panik? Gapapa deh, abis kalau anak sakit bikin galau. Dan ya itu, saya percaya dokter anak tentu enggak sembarangan milih obat sesuai keilmuan yang dia miliki. Untuk sakit ringan, seperti contoh di atas Na saya juga hanya memberikan obat drugstore saja.
Kesimpulan yang saya tarik sendiri untuk hikmah sih,
1. Boleh kita google untuk mengetahui cara mengobati anak, namun ada kalanya kita harus berhati-hati dengan menghubungi dokter saat si anak sudah 3 hari tidak membaik dengan pengobatan rumahan.
2. Antibiotik itu perlu-engga perlu...tergantung kasusnya. Dalam hal ini silahkan konsultasi dengan pakarnya, jangan sama saya ya hehe saya engineer bukan ahli kesehatan atau pengobatan.
3. Tidak perlu sok tahu soal obat, tapi juga tidak boleh langsung percaya sama dokter...hmm menurut saya pakai feeling juga boleh sih.
4. Selalu perhatikan gejala sakit pada anak, kadang ada yang mirip jadi setidaknya bisa membantu memperkirakan si anak sakit apa. Ini berguna kalau dokter anak kepercayaan anda sedang di luar kota atau cuti dan gak bisa ditanya -tanya.
5. Obat drugstore itu bermanfaat juga kok untuk sakit anak yang ringan, tapi saat meminumkan jangan lupa perhatikan dosisnya
Anyway, ada sedikit nasehat dari dokter pas meriksa si Ka kemarin,
"Memang sedang musim sakit seperti ini, saya (ada) banyak pasien yang sama. Sebenarnya digelontor banyak air putih begitu juga nanti sembuh,"
Jreng-jreng... jangan-jangan sebenernya nih obat kagak kepake semua ya?
Dari rangkaian pengalaman di atas sih saya berpikir, sebenernya masalahnya bukan di jenis obatnya. Tetapi bagaimana menjaga daya tahan tubuh anak. Menjaga nutrisi anak. Menjaga jam istirahat anak. Sehingga anak memiliki imunitas yang cukup untuk mencegah paparan virus. Nah, pengalaman saya juga saat musim tidak menentu sebaiknya memberi tambahan suplemen, seperti vitamin untuk anak. Selain itu yang nampaknya sering dilupakan orang tua adalah asupan buah-buahan. Buah itu bagus sekali untuk menjaga daya tahan anak, juga membantu pemulihan saat anak sakit. Manjur banget biasanya saya terapin ke Na pas mulai pilek. Saya banyakin aja buah biar dia cepet pulih. Sayangnya menjadi sesuatu yang gak bisa saya terapkan ke si Ka karena dia susah banget makan buah selain semangka dan blewah T_T
Nah, semoga anak-anak kita selalu sehat yaaa...! Amiiien, jangan lupa selalu berdoa pada sang Pencipta, Allah SWT tentunya.
Awalnya sih yang kena itu si Ka. Sekitar pertengahan Januari kemarin, badannya demam sekitar 38,6 C disertai gejala batuk pilek. Karena selama 3 hari masih belum membaik saya putskan membawa Ka ke dokter langganan, dr. Hartojo di RS Husada Utama. Kata beliau sih kemungkinannya infeksi virus.
seperti biasa pada sibuk mainan selagi nunggu antrian
(Hehe dan pengalaman saya duluuu banget pas denger anak kena infeksi virus, saya spontan nanya, "Virus apa ya dok?" dijawab sama dokter, "Jenis virus itu banyak bu, kalau pemeriksaan seperti ini tidak bisa menjelaskan detail jenis virusnya apa. Tapi, sakit karena virus itu akan hilang dengan sendirinya sesuai imun anak. Rata-rata seminggu akan sembuh asalkan pasien makan bergizi dan istirahat teratur,". Oh begitu...)
Pulang dari RS, dikasih resep Paracetamol (as always buat bikin bocah nyaman karena demam dan nyeri agak berkurang), lalu ada segepok puyer (yang ingredients-nya obat batuk-pilek) serta antibiotik Cefadroxil sirup dosis 125mg. Sebenernya saya juga pengen kepo lagi buat nanya kenapa kok infeksi vius malah dikasih antibiotik untuk bakteri? Namun saya empet karena ingat ada rekan saya yang berprofesi dokter pernah menjelaskan kurang lebih seperti ini, apabila sakit terlanjur parah, terkadang terjadi infeksi di dalam tubuh yang melibatkan bakteri, sehingga sebagian dokter memilih tetap menambahkan antibiotik di dalam obatnya. Untuk kebenarannya, tentu saya tidak dapat menjawab. Karena saya sama sekali bukan pakar medis. Namun dalam hal medis saya mempercayai dokter spesialis yang saya pilih sebagai ikhtiar saya, menganggap dokter berupaya menjalankan amanahnya. Jadi disertai doa, ya saya minumkan obat yang diberikan sesuai resep.
Sebulan kemudian, eh ganti Na yang sakit batuk-pilek. Karena demamnya sampai 39,2 akhirnya saya memilih memberikan obat drugstore untuk Na. Biasanya merk yang saya pilih antara Hufagripp Flu atau Termorex Plus, yang saya anggap cocok untuk Na berdasarkan pengalaman selama dia pernah sakit. Komposisi kedua obat itu sama yaitu setiap 5 ml mengandung : Paracetamol, Pseudoephedrine HCl, Chlorpheniramine Maleate, dan berbeda di komposisi obat batuknya yaitu Guafenesin (untuk Termorex Plus) dan Gliceryl Guaiacolate (untuk Hufagripp Flu).
sumber : tokopedia.com
sumber : go-obat.com
Kenapa awalnya saya memilih kedua merk ini? Karena sewaktu Na di bawah 2 tahun dan saya lebih memilih resep dokter anak untuk mengobati Na yang batuk-pilek, selalu saya amati resep puyer racikan dokternya, apa sih ingredient di resepnya? Ternyata ya mirip di atas, kecuali untuk CTM-nya yah hahaha... Jadi saya pilih Hufagripp Flu atau Termorek Plus, walaupun banyak sekali merk obat batuk-pilek untuk anak karena biasanya ada sedikit berbeda, misalnya ada yang menggunakan Dextromethropane untuk obat batuknya, bahkan saya juga menolak waktu ditawari obat batuk berisi Ambroxol untuk Na (apalagi itu, setahu saya itu antibitok soalnya...). Ya, jadi Na akan meminum obat yang hampir sama dengan resep dokternya kala dia bayi.
Alhamdulillah cukup dengan obat drugstore Na sembuh sekitar 3 hari kemudian, sehingga saya tenang dan hari-hari berlanjut seperti biasa.
Sampai kemudian sebulan berikutnya, sekitar bulan Maret Na sakit lagi. Kali ini demamnya cukup tinggi sampai 39. Karena khawatir saya bermaksud membawanya ke dokter anak. Eh ternyata si pak dokter pas gak tugas jaga di RS HU. Jadinya saya belikan Paracetamol dan Cefadroxil sirup sendiri serta ada sisa puyer Ka bulan Januari (obat batuk-pilek) dan saya minumkan ke Na. Menurut feeling mas Suami soalnya gelajanya mirip sekali sama sakit Ka bulan Januari, dan suami saya paling percaya sama dokter anak langganan kami untuk sakit seperti ini, jadi kami memutuskan memakai resep turunannya untuk Na. Disertai doa, -walaupun saya tahu sih, sebagian menganggap keputusan memilih obat ini di luar prosedur-, karena membuat diagnosa sendiri dan memilih obat sendiri karena menganggap gejala sama. Walau pada akhirnya dalam 3 hari Na sembuh pula... Alhamdulillah pilihan kami tidak salah saat itu. Karena saya sendiri juga ingat Na pernah sakit serupa, dan karena demamnya di atas 39 tengah malam kami membawanya ke IGD RS, yang mengakibatkan Na harus rawat-inap. Masalahnya ternyata sakitnya pun sama, "infeksi virus", dan yang diminum Na selama rawat inap di RS ya hanya sejenis sirup antibiotik dan infus yang ditambahkan suntikan Paracetamol...walah tiwas kasihan si anak jenuh dan stress di RS. Maka dari itu kali ini kami tidak membawa Na ke RS lagi, hehe, khawatir mendapat rawat inap yang tidak perlu dan tidak urgent.
Dan cerita tentang sakit ini tidak berhenti karena seminggu setelah Na sembuh, ganti adiknya, si Ka yang mendadak demam. Memang sih dua hari sebelum demam Ka kurang istirahat, siang bolong malah nyeret sepeda roda tiganya di depan rumah. Hiks hiks, malamnya demam bahkan sampai 40,2. Pertolongan pertama, saya beri di Paracetamol (4 jam sekali - karena panasnya tinggi) dan Cefadroxil sirup (karena menurut mas Suami sakitnya bakal sama lagi kaya kemarin). Dan setelah dibawa ke dokter anak pada hari ketiga, ternyata memang sama sakit karena infeksi virus yang juga menyebabkan anak batuk-pilek. Obatnya, ya sama lagi puyer racikan obat batuk-pilek, Paracetamol dan antibiotik (kali ini kami diberi antibiotik golongan Erythromycin - beda dengan sebelumnya). Karena terlanjur diberi Cefaroxil, maka si Erythromycin saya keep dulu, gak saya kasih ke Ka, hehehe.
Aduh, walaupun sejujurnya saya bingung sih, kenapa infeksi virus namun dokter tetap memberikan antibiotik, ujung-ujungnya tetep saya minumkan ke anak kalau terlihat si anak sakitnya nampak parah. Biasanya yang saya anggap parah kalau demamnya mencapai 39,5 ke atas...dibilang emak mudah panik? Gapapa deh, abis kalau anak sakit bikin galau. Dan ya itu, saya percaya dokter anak tentu enggak sembarangan milih obat sesuai keilmuan yang dia miliki. Untuk sakit ringan, seperti contoh di atas Na saya juga hanya memberikan obat drugstore saja.
Kesimpulan yang saya tarik sendiri untuk hikmah sih,
1. Boleh kita google untuk mengetahui cara mengobati anak, namun ada kalanya kita harus berhati-hati dengan menghubungi dokter saat si anak sudah 3 hari tidak membaik dengan pengobatan rumahan.
2. Antibiotik itu perlu-engga perlu...tergantung kasusnya. Dalam hal ini silahkan konsultasi dengan pakarnya, jangan sama saya ya hehe saya engineer bukan ahli kesehatan atau pengobatan.
3. Tidak perlu sok tahu soal obat, tapi juga tidak boleh langsung percaya sama dokter...hmm menurut saya pakai feeling juga boleh sih.
4. Selalu perhatikan gejala sakit pada anak, kadang ada yang mirip jadi setidaknya bisa membantu memperkirakan si anak sakit apa. Ini berguna kalau dokter anak kepercayaan anda sedang di luar kota atau cuti dan gak bisa ditanya -tanya.
5. Obat drugstore itu bermanfaat juga kok untuk sakit anak yang ringan, tapi saat meminumkan jangan lupa perhatikan dosisnya
Anyway, ada sedikit nasehat dari dokter pas meriksa si Ka kemarin,
"Memang sedang musim sakit seperti ini, saya (ada) banyak pasien yang sama. Sebenarnya digelontor banyak air putih begitu juga nanti sembuh,"
Jreng-jreng... jangan-jangan sebenernya nih obat kagak kepake semua ya?
Dari rangkaian pengalaman di atas sih saya berpikir, sebenernya masalahnya bukan di jenis obatnya. Tetapi bagaimana menjaga daya tahan tubuh anak. Menjaga nutrisi anak. Menjaga jam istirahat anak. Sehingga anak memiliki imunitas yang cukup untuk mencegah paparan virus. Nah, pengalaman saya juga saat musim tidak menentu sebaiknya memberi tambahan suplemen, seperti vitamin untuk anak. Selain itu yang nampaknya sering dilupakan orang tua adalah asupan buah-buahan. Buah itu bagus sekali untuk menjaga daya tahan anak, juga membantu pemulihan saat anak sakit. Manjur banget biasanya saya terapin ke Na pas mulai pilek. Saya banyakin aja buah biar dia cepet pulih. Sayangnya menjadi sesuatu yang gak bisa saya terapkan ke si Ka karena dia susah banget makan buah selain semangka dan blewah T_T
sumber : merdeka.com
Nah, semoga anak-anak kita selalu sehat yaaa...! Amiiien, jangan lupa selalu berdoa pada sang Pencipta, Allah SWT tentunya.
0 komentar:
Post a Comment
thanks for stopping by