(mommies journal) Bad Experience with Daycare

Saat masih bekerja dan tiba-tiba pengasuh baby Na raib, saya sempat punya ide untuk menitipkan baby Na di daycare. Ya, siapa tahu dijaga dengan lebih profesional daripada pengasuh tradisional. Akhirnya saya mencoba mendatangi sebuah daycare di Cikarang. Pemiliknya bidan yang memiliki klinik bersalin yang cukup bagus. Jadi saya pikir, pasti daycarenya bagus juga. Mengenai biaya, untuk biaya penitipan per bulan sekitar satu juta rupiah (saya agak lupa, antara Rp 1 ~ 1,5 juta gitu deh). Bayi dapat dititipkan pada pagi hari dan dapat diambil sore hari dengan kondisi sudah dimandikan. Untuk pengawasan, satu orang pengasuh menjaga satu sampai dua bayi atau empat balita. Kalau mendadak jumlah anak yang dititipkan banyak, maka bala bantuan dari perawat klinik akan didatangkan untuk mengasuh. Namun karena saya masih ragu, saya mencoba paket trial satu hari saja dulu. Deal.

Keesokan pagi saya bawa baby Na ke daycare tersebut. Kebetulan sat itu baby Na dalam posisi tidur di jalan, jadi sesampainya di daycare saya letakkan baby Na di box bayi yang sudah disediakan. Sempat sih saya merasakan aura aneh. Saat itu udah ada satu bayi dan dua balita mungkin umur setahun. Salah satu balita itu nangis, sepertinya pup dan ingin ganti popok. Sementara di situ ada seorang wanita muda (saya kira penjaga sementara sebelum baby sitter karyawan daycare datang, soalnya pas itu masih pagi banget) yang cuek bebek saja melihat si balita nangis. Emang sih, beberapa menit kemudia si mbak ngeganti popok si balita yang nangis tadi. Tapi, kok kerjanya gak profesional gitu ya. Dari caranya masang pospak aja gak pake kasih sayang. Udah gitu responnya lama pula. Dan dia asyik aja sambil nonton televisi. Saya berusaha tenangkan diri, menitipkan dot dan ASIP lalu berangkat ke kantor.

Dua jam kemudian, di kantor entah kenapa perasaan saya gak enak banget! Akhirnya saya minta izin boss keluar kantor, minta kunci mobil ke suami saya dan pergi ke daycare. Dan astagfirullah...benar sekali firasat saya. Rupanya baby Na uda bangun. Dan saat itu dalam kondisi tidur (merem) didudukkan di bouncer tapi matanya abis nangis  (dan bekas garis air matanya yang kering lurus, tanda gak ada yang ngehapus sebelumnya). Di sebelahnya ada dot baby Na. Saya pegang, adem kulkas. Tanda bahwa belum dihangatkan sebelum diberikan ke baby Na. Kemudian saya lihat sekeliling. Si mbak tadi ternyata memang baby sitter di situ. Dan ada lagi tambahan seorang ibu setengah baya sebagai baby sitter. Asyik santai lihat televisi. Para bayi dan balita sebagian juga lihat televisi. Ada seorang bayi yang nampak melamun dengan tatapan kosong di bouncer. Ada balita yang berebut mainan sambil berteriak.

Saya murka.
Saya tak banyak bicara lagi. Saya bilang saya akan bawa anak saya pulang. Saya keluarkan uang dari dompet untu membayar biaya trial sehari. Kemudian saya kemasi barang baby Na, meletakkannya di mobil, lalu menidurkan baby Na di car seat. Meminta izin bos untuk pulang mendadak.

Hari itu mengubah pikiran saya. Saya seperti terkena baby blues lagi. Masih terbayang wajah baby Na yang tidur dengan air mata yang kering. Hiks hiks hiks...sedih sangat saya. Rasanya karir saya jadi enggak ada gunanya lagi. Beberapa hari kemudian, karena saya tidak mendapatkan pengasuh baby Na yang baru, saya memilih resign dari kantor.

Kadang kala saat saya ingin kembali bekerja, saya berusaha mengingat sekuatnya alasan mengapa saya resign. Dan kejadian itu masih terbayang lagi. Mungkin, suatu saat saya akan kembali kerja atau sekolah, tapi saat Na sudah lebih mendiri dan dikelilingi orang yang menyayanginya saat saya tak ada.




Tambahan

Buat para pembaca: By the way, tulisan saya ini bukan berarti saya menghakimi para ibu yang menitipkan anak di daycare atau menganggap semua daycare buruk ya. Karena saya yakin ada juga daycare yang bagus, dan wanita juga boleh untuk bekerja. Dan saya juga tahu gak semua jbu pekerja tinggal dekat dengan keluarga (bersyukurlah yang anaknya dijaga ibu/mertua, jangan mengeluh hanya karena beda style parenting ya) atau punya baby sitter terpercaya. Namun saran saya, pastikan kualitas dari daycare untuk anak anda. Mahal tak apa, asal memadai (kan katanya cari uang buat anak, iya kan?). Sesekali lakukan sidak di daycare, jadi anda bisa tahu seperti apa sih kegiatan anak di daycare. Jangan cuma main naruh trus ambil aja... Anak kan amanah Tuhan!
.
Buat adik-adik disana: Saya beneran deh masih keinget tatapan kosong kamu Dik. Miris rasanya...membayangkan apakah kamu sebegitu jenuhnya sampai tatapannya sehampa itu. Ingin saya menyapamu dan mengajakmu bercanda seandainya bisa. Semoga ibumu segera menjemputmu Dik!
.
Buat yang punya daycare ituh: Bu, kalau emang niat bikin daycare bikin yang bener dong. Bikin sakit ati aja! Yang dititipin di tempat anda itu makhluk punya perasaan, bukan boneka.
.
Buat saya: Saya punya impian, suatu saat bikin daycare yang bagus. Yang menjaga para bayi dan anak dengan cinta . Daycare dengan fasilitas lengkap. Ada jam khusus dimana bayi dan anak diajak berinteraksi, bernyanyi atau bermain. Punya standar pengelolaan ASIP yang bagus. Menu MPASI dan makanan yang sehat bergizi. Ruangannya bersih, rapi dan wangi. Dan yang penting, memiliki para pengasuh yang punya kasih sayang atau minimal kepedulian yang bagus. (Modalnya gede kayaknya nih, berarti boleh dong minta biaya bulanan gede? Hihihi). Boleh amiin-in?

punya daycare enggak se-simplel Game ini ternyata! hahahay